Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memerintah Bersama Rakyat

Kompas.com - 22/02/2016, 13:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnu Nugroho A


Jika kita mengikuti pemberitaan selama setahun terakhir, jujur kita akui bahwa konsolidasi politik dan rivalitas elite di seputar lingkar kekuasaan adalah tantangan yang tak mudah di masa-masa awal pemerintahan Jokowi-JK. Padahal konsolidasi politik sangat dibutuhkan oleh setiap pemerintahan untuk menjalankan agenda-agenda pembangunannya secara efektif.

Tarik-tarik menarik antar berbagai kekuatan politik yang dominan ini diduga telah melatarbelakangi sejumlah insiden politik dan kebijakan kontroversial yang pada gilirannya mendapat resistensi publik.

Paling tidak itu kita rasakan dan saksikan dalam sejumlah kasus heboh mulai dari penunjukan Kapolri tahun lalu, drama pergantian Ketua DPR, revisi UU KPK, sampai pada kasus kereta cepat Jakarta-Bandung yang saat ini sedang hangat.

Termasuk juga drama panjang perpecahan dua partai besar, Partai Golkar dan PPP. Dan, tiba-tiba kita dikejutkan pula dengan kemunculan fenomena Gafatar, serangan dan ancaman teroris ISIS, serta isu LGBT!

Sebagai pemerintahan yang berdiri di atas koalisi sejumlah partai dan aktor-aktor ekonomi-politik yang berbeda yang menjadi pendukung pada pilpres 2014 lalu, Presiden Jokowi sesungguhnya sudah cukup cakap dan bijak mengelola dinamika politik yang terjadi sekaligus berupaya mendisiplinkan ordo politik yang dipimpinnya.

Tinggal yang harus diperkuat adalah pengelolaan dinamika politik yang lebih berbobot dan demokratis dalam bingkai pengantisipasian krisis atau merujuk pada penelitian Boin, Hart, Stern dan Sundelius (2005) sebuah the politics of crisis management.

Dari hasil penelitian kolaborasi tiga kampus ini disimpulkan betapa, pertama, positioning kepemimpinan dalam proses pengambilan kebijakan serta, kedua, strategi komunikasi dan argumentasi publik yang sistematik (di situ disebut sebagai meaning making process) menjadi sangat vital dalam menghadapi berbagai ketidakpastian dan tekanan ekonomi politik yang mungkin atau pasti terjadi.

Dalam konteks pilihan-pilihan performa dan respon kepemimpinan serta strategi kebijakan dan komunikasi publik yang sistematik inilah saya hendak memberikan sedikit komentar.

Bagi saya, setting panggung politik yang gaduh pada tataran elite telah membuat gairah (passion) dan makna ‘politik’ menjauh dari esensi dan topik kerakyatan yang justru semestinya harus selalu dijadikan fondasi sekaligus mantra utama pemerintahan Jokowi-JK.

Tentu kita ingat betapa diskursus terpenting milik Jokowi-JK pada Pilpres 2014 lalu adalah revolusi mental, poros maritim dan nawa cita. Bukankah melalui diskursus-diskursus inilah diferensiasi platform perubahan Jokowi-JK dapat mencuri perhatian, memberi harapan dan mampu memobilisasi dukungan rakyat?

Alih-alih diperkuat dan direproduksi secara terus-menerus dalam sebuah strategi meaning making process untuk menghadapi ketidakpastian dan tekanan ekonomi-politik seperti yang saat ini terjadi, kita saksikan betapa argumentasi-argumentasi populisme tersebut malah cenderung ditinggalkan.

Harus disadari oleh seluruh aparat pemerintahan Jokowi-JK bahwa kemenangan Jokowi dalam Pilpres 2014 lalu merupakan sebuah ‘populist reason’, yakni keberhasilan mengkapitalisasi pergulatan panjang politik ‘kebangkitan’ rakyat yang menginginkan perubahan atas nasib dan kehidupan mereka. Disitulah sesungguhnya makna, energi dan kekuatan otentik dari pemerintahan Jokowi yang mesti dijaga keberlanjutan dan realisasinya.

Dalam konteks membangun citra dan argumentasi publik yang populis dan demokratis ini, politik membutuhkan sebuah ‘imajinasi sosiologis’ yang lebih luas dan kreatif. Tak hanya untuk memenuhi kebutuhan manusia dan memahami realitas sosial-politik-ekonomi yang tengah terjadi dan pengaruhnya atas kehidupan mereka. Namun juga imajinasi dibutuhkan agar rakyat bisa mendapatkan opsi-opsi dan jalan keluar dari berbagai kebuntuan yang harus mereka hadapi.

Kebuntuan akibat rivalitas elite dan pertarungan oligarki, kebingungan strategi kebijakan dan komunikasi publik yang terlihat inkonsisten dengan tema-tema kerakyatan, serta di sisi lain upaya presiden untuk melakukan konsolidasi politik kepemimpinannya, harus diimbangi oleh upaya konsolidasi pada tingkat masyarakat sipil.

Imajinasi-imajinasi yang berbuah ide dan aksi yang kreatif oleh aktor-aktor masyarakat sipil menjadi sangat penting untuk tetap dirawat dan dikembangkan agar Indonesia selamat dari ancaman stagnasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama Seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama Seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com