Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akademisi Tolak Revisi UU KPK yang Hanya Berdasarkan Asumsi, Tanpa Ada Kajian

Kompas.com - 19/02/2016, 14:33 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah akademisi dari berbagai universitas menyatakan penolakannya terhadap revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Guru Besar Universitas Indonesia Bambang Widodo Umar yang ikut dalam aksi tersebut menyatakan bahwa revisi UU KPK tak bisa dilakukan tanpa kajian akademis.

"Jangan mengubah itu dari hasil asumsi atau kepentingan, tapi harus diteliti lebih dulu," ujar Bambang di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (19/2/2016).

(Baca: Presiden Diminta Bujuk PDI-P Batalkan Revisi UU KPK)

Dari kajian tersebut akan terlihat bagaimana kelemahan undang-undang yang saat ini sudah berlaku. Apakah kelemahannya dari segi sarana prasarana, dari undang-undangnya, ataukah dari orang-orangnya. Dengan demikian, revisi UU KPK akan lebih objektif.

"Di perguruan tinggi, di UI, Paramadina, IPB, sudah ada keputusan kita harus mempelajari materi korupsi di Indonesia," kata Bambang.

Para akademisi pun memberikan pensil raksasa berwarna hitam kepada Ketua KPK Agus Rahardho sebagai simbol bahwa revisi UU KPK harus berdasarkan naskah akademik dan kajian dari berbagai perguruan tinggi.

Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Hukum Universitas Borobudur Faisal Santiago mengatakan, belum saatnya UU KPK direvisi. Terlebih lagi pasal-pasal dalam draf yang beredar cenderung melemahkan.

(Baca: Aktivis: Jokowi Perlu Panggil Akademisi, Jangan Hanya Dengar Luhut, Yasonna, dan JK )

"Kalau kewenangan yang dimiliki KPK ini dikurangi, ini bukan lagi KPK tapi lembaga biasa saja karena marwahnya itu di kelebihannya itu, mempunyai kewenangan yang lebih dari lembaga penegak hukum lain," kata Faisal.

Sebelumnya, keberadaan naskah akademik revisi UU KPK sempat menjadi pertanyaan. Pasalnya, sejumlah anggota Badan Legislasi bersuara berbeda soal naskah itu.

(Baca: Naskah Akademik Revisi UU KPK, Ada atau Tidak?)

Beberapa mengaku belum pernah membaca, yang lainnya menyebutkan naskah akademik harus dirahasiakan lebih dulu dari publik, dan ada pula yang berpegangan pada naskah akademik draf revisi lama yang dirumuskan pada Oktober 2015.

Padahal, naskah akademik itulah yang menjadi dasar urgensi revisi UU KPK dilakukan. Di situ pula bisa terlihat argumentasi yang dipakai DPR untuk mengubah pasal demi pasal yang saat ini dianggap melemahkan KPK itu.

Kompas TV 6 Fraksi Dukung Revisi UU KPK?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com