JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Muhammad Syarif menyatakan, pernah ada perjanjian antara Presiden Joko Widodo dengan pimpinan KPK periode sebelumnya.
Perjanjian itu terkait revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
"Sebelum kami terpilih, ada yang mereka sebut 'gentleman agreement' antara Plt (pimpinan) dan pemerintah bahwa disepakati ada revisi UU KPK," ujar Laode dalam diskusi di Jakarta, Kamis (18/2/2016).
Dalam "gentleman agreement" itu, terdapat empat poin yang diajukan untuk revisi UU KPK.
Pertama, KPK boleh mengangkat penyelidik dan penyidik sendiri. Kemudian KPK tidak perlu meminta izin pengadilan untuk melakukan penyadapan.
Ada juga pernyataan bahwa KPK setuju adanya Dewan Pengawas Etik. Terakhir, KPK diberi kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan.
Laode mengetahui adanya kesepakatam tersebut saat menjalani masa induksi selama sepekan setelah dilantik.
"Kami tanya apakah kami terikat dengan itu? Semuanya mengatakan, itu periode mereka. Jadi kalau kami tidak sepaham dengan yang dijanjikan sebelumnya, maka komisioner sekarang tidak mengikuti," kata Laode.
Laode menegaskan bahwa pimpinan KPK saat ini menolak UU KPL direvisi.
Setelah mempelajari pasal-pasal dalam draf yang diterima dari DPR, mereka sepakat menganggap bahwa revisi UU KPK cenderung melemahkan.
Tak ada satu pasal pun yang menguatkan KPK, sebagaimana selalu dipastikan oleh DPR.
"Setelah kami lihat tidak ada satupun yang menguakan KPK, kami buat surat ke DPR bahwa kami tidak sepakat dengan revisi UU itu," kata Laode.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.