Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPI Larang TV dan Radio Promosikan LGBT

Kompas.com - 13/02/2016, 08:06 WIB
Bayu Galih

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik mengenai komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transjender yang marak di televisi dan radio membuat Komisi Penyiaran Indonesia ikut bersuara. 

KPI pun melarang televisi dan radio untuk mengampanyekan LGBT. Alasannya, KPI menganggap kampanye LGBT melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI tahun 2012.

"Aturan dalam P3 dan SPS itu sudah jelas, baik tentang penghormatan terhadap nilai dan norma kesusilaan dan kesopanan," kata Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (13/2/2016).  

"Ataupun tentang perlindungan anak dan remaja yang melarang adanya muatan yang mendorong anak dan remaja belajar tentang perilaku tidak pantas dan atau membenarkan perilaku tersebut,” ucapnya.

Idy Muzayyad menjelaskan, larangan tersebut sebagai bentuk perlindungan terhadap anak dan remaja yang rentan menduplikasi perilaku yang dianggap bertentangan dengan norma yang dipahami secara umum.

Karena itu, baik televisi maupun radio diminta KPI tidak memberikan ruang yang dapat menjadikan perilaku LGBT itu dianggap sebagai hal yang lumrah.

Ke depannya, ujar Idy, bila diperlukan, KPI akan membuat batasan yang lebih rinci lagi di P3 dan SPS agar TV dan radio tidak salah dalam penayangan program terkait LGBT.

Sikap KPI ini dianggap sejalan dengan sikap Majelis Ulama Indonesia, Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah yang menolak promosi dan legalisasi terhadap LGBT.

Diskriminasi

Sebelumnya, Human Rights Working Group menilai bahwa selama ini komunitas LGBT menjadi pihak yang kerap mengalami diskriminasi di masyarakat.

Program Manager Human Rights Working Group (HRWG) Daniel Awigra menilai bahwa Kementerian Kesehatan sesungguhnya memiliki otoritas untuk menjelaskan kepada masyarakat tentang fenomena LGBT dari perspektif kesehatan.

Misalnya, dengan memiliki semacam naskah akademik yang menjelaskan bahwa LGBT tidak untuk dijauhi dan bukan penyakit menyimpang.

"Ini harus didorong. WHO sendiri sudah mengatakan bahwa itu bukan penyakit," ujar Daniel di Kantor LBH Jakarta, Selasa (9/2/2016).

(Baca: Kaum LGBT Kerap Diperlakukan Diskriminatif, Menkes dan Mendikbud Diminta Berperan)

Sementara itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa komunitas LGBT mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan.

Oleh sebab itu, Luhut tidak setuju jika kelompok LGBT menjadi korban kekerasan di lingkungannya. Luhut berpesan agar masyarakat merefleksikan diri dan bersikap bijak.

"Jangan cepat menghakimi oranglah," tutur Luhut. (Baca: Luhut: LGBT Juga WNI, Punya Hak Dilindungi Negara)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelas Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelas Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com