JAKARTA, KOMPAS.com - Yuliswan, pengacara Dedi Muryadi menegaskan bahwa kasus penganiayaan terhadap kliennya yang dituduhkan kepada Novel Baswedan bukan rekayasa.
Kasus yang menjerat Novel dianggapnya murni tindak pidana, bukan kriminalisasi seperti yang disebutkan selama ini.
"Kriminalisasi itu suatu kasus yang bukan kriminal tapi dikriminalkan. Tapi ini benar terjadi," ujar Yuliswan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/2/2016).
Novel dituduh menganiaya pencuri sarang burung walet hingga meninggal dunia dengan cara ditembak. (baca: Jokowi Minta Kasus Novel Diselesaikan Tanpa Embel-embel)
Peristiwa itu terjadi saat Novel masih menjabat Kasat Reskrim Polres Bengkulu sekitar 2004. Dedi salah satu orang yang disebut sebagai korban.
Kedatangan Yuliswan ke KPK untuk menemui lima pimpinan KPK. Ia menyampaikan surat yang membeberkan keterangan korban penganiayaan yang diduga dilakukan oleh Novel.
Ia pun membawa Dedi Muryadi, menghadap pimpinan KPK. (baca: Agus Rahardjo: Novel Tetap di KPK)
"Waktu itu dia (Dedi) korban salah tangkap. Tidak melakukan pencurian tapi juga ditangkap," ujar Yuliswan.
Kepada pimpinan KPK, Yuliswan juga meminta agar merelakan proses hukum terhadap Novel. Ia menolak juka kasus Novel dihentikan oleh Kejaksaan Agung. (baca: Novel Baswedan: Saya Merasa Lebih Banyak Manfaat bila Ada di KPK)
"Saya sudah berikan surat ke Kejagung minggu kemarin. Pada intinya minta tolong diadili dan sama-sama memantau jalannya persidangan," kata dia.
Kejaksaan Negeri Bengkulu sebelumnya telah melimpahkan berkas perkara Novel ke Pengadilan Negeri pada Jumat (29/1/2016).
Pelimpahan berkas disertai pelimpahan barang bukti, yakni tiga pucuk senjata api, proyektil, dan kelengkapan surat penggunaan senjata api oleh Polres Bengkulu.
Bahkan, pengadilan telah mengagendakan persidangan Novel Baswedan pada 16 Februari. (baca: Ada Tawaran Dapat Jabatan di BUMN, Ini Kata Novel Baswedan)
Namun, berkas kembali ditarik oleh Kejaksaan Negeri Bengkulu dengan alasan penyempurnaan.
Belakangan, Jaksa Agung HM Prasetyo menyebut bahwa pihaknya mengkaji ulang perkara Novel. Pengkajian ulang itu diutamakan atas dasar keadilan di masyarakat sekaligus kepentingan umum.
(baca: Kaji Ulang Kasus Novel, Kejaksaan Pakai Asas Keadilan dan Kepentingan Umum)
"Intinya, penegakan hukum bukan semata-mata demi hukum. Yang terpenting adalah rasa keadilan dan kepentingan umum. Itu yang menjadi pertimbangan," ujar Prasetyo saat dihubungi Kompas.com, Selasa (9/2/2016).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.