Menurut dia, partai-partai pendukung revisi UU KPK akan ditinggalkan oleh rakyat.
Sebaliknya, Ruhut mengklaim, rakyat akan menaruh simpati kepada Fraksi Partai Demokrat dan Partai Gerindra yang menolak revisi UU KPK.
"Pemilu 2019 sudah dekat. Feeling saya, yang menang nanti Demokrat dan Gerindra," kata Ruhut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (11/2/2016).
(Baca: Ini Alasan Demokrat Tolak Revisi UU KPK)
Ruhut menjelaskan, KPK saat ini masih sangat dicintai oleh rakyat. Sebab, lembaga antirasuah tersebut berhasil menjerat koruptor kelas kakap, mulai dari anggota DPR hingga menteri.
Sementara itu, revisi yang bergulir saat ini cenderung melemahkan lembaga antirasuah itu.
Revisi itu, di antaranya, pemberian wewenang penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) hingga penyadapan yang harus mendapat izin dewan pengawas.
Oleh karena itu, rakyat akan sangat marah apabila KPK dilemahkan dan tak mampu lagi memberantas korupsi sebagaimana mestinya.
"KPK itu ibarat gadis manis yang sangat dicintai rakyat," ujar anggota Badan Legislasi DPR ini.
Bukan cuma cari simpati rakyat
Namun, Ruhut membantah penolakan Demokrat terhadap revisi UU KPK hanya semata-mata mencari simpati rakyat.
Menurut dia, Demokrat menolak revisi tersebut karena ingin KPK tetap kuat.
"SBY dan Demokrat tetap save KPK," kata Ruhut.
PDI-P mengkritik sikap Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang "balik badan" soal revisi UU KPK. (Baca: PDI-P Kritik Sikap SBY yang "Balik Badan" soal Revisi UU KPK)
Anggota F-Demokrat di Badan Legislasi DPR, Khatibul Umam Winaru, dalam rapat Baleg dengan agenda penyampaian pandangan mini fraksi pada Rabu (10/2/2016) menyatakan fraksinya menyetujui revisi UU KPK.
Namun, setelah itu, SBY menginstruksikan Demokrat untuk menolak revisi tersebut. (Baca: SBY Tiba-tiba Instruksikan F-Demokrat Tolak Revisi UU KPK)
Revisi yang sudah disepakati sejauh ini meliputi pembentukan dewan pengawas KPK, penyadapan dan penyitaan harus seizin dewan pengawas, pemberian wewenang bagi KPK untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan, kemudian larangan bagi pimpinan KPK yang mengundurkan diri untuk menduduki jabatan publik serta pemberhentian bagi pimpinan KPK yang dijatuhi pidana berdasarkan vonis pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.