Ia mengungkapkan, BUMDes akan masuk ke sektor-sektor ekonomi pedesaan dan bisnis yang sederhana, seperti bisnis kampung wisata.
"Apakah BUMDes adalah social enterpreneurship pedesaan atau semacam badan usaha yang lain. Ini harus diperjelas misi BUMDes itu," ujar Sukasmanto seusai diskusi soal desa, di Jakarta, Kamis (11/2/2016).
Sukasmanto menambahkan, beberapa rekannya di desa mengutarakan masalah-masalah yang dihadapi. Saat ini, di desa sudah ada lembaga-lembaga ekonomi seperti Koperasi, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), Paguyuban, dan sebagainya.
Menurut dia, BUMDes harus jelas posisinya.
Pada praktiknya, kata Sukasmanto, masyarakat cenderung asal memiliki usaha dan kemudian dikelola oleh BUMDes.
"Misalnya fotokopi dikelola desa jadi BUMDes," tambahnya.
Salah satu yang mengutarakan kebingungannya adalah Sugeng Handoko, pengelola Desa Wisata Nglanggeran, Gunung Kidul, Yogyakarta, yang juga hadir dalam acara diskusi tersebut.
Ia mengeluhkan informasi dan model BUMDes yang belum tersosialisasikan dengan baik.
Padahal, pihaknya telah berpengalaman mengelola aset desa berupa potensi alam dan budaya.
Bahkan, pengelolaan aset desa tersebut, kata Sugeng, telah dilakukan lama sebelum ada BUMDes.
"Belum tersosialisasikan dan tidak diketahui secara umum dan komplit. Sempat bingung model dan bentuknya," kata Sugeng.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.