Program Manager Human Rights Working Group (HRWG) Daniel Awigra menilai, Menkes sesungguhnya memiliki otoritas untuk menjelaskan kepada masyarakat tentang fenomena LGBT dari perspektif kesehatan.
Misalnya, dengan memiliki semacam naskah akademik yang menjelaskan bahwa LGBT tidak untuk dijauhi dan bukan penyakit menyimpang.
"Ini harus didorong. WHO sendiri sudah mengatakan bahwa itu bukan penyakit," ujar Daniel di Kantor LBH Jakarta, Selasa (9/2/2016).
(Baca: LGBT Bukan Gangguan Jiwa)
Daniel menambahkan, perlakuan diskriminatif yang diterima kaum LGBT juga mengandung unsur pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Beberapa di antaranya seperti kurang atau hilangnya hak atas pekerjaan, tempat tinggal, jaminan sosial, mendapatkan standar hidup yang layak, hak kesehatan, hingga hak pendidikan.
Di bidang pendidikan, Daniel juga melihat bahwa pendidikan seksualitas di tanah air saat ini masih sangat kurang.
Menurutnya, perlu pendidikan seksual secara simultan jangka panjang terhadap generasi mendatang supaya tidak melihat fenomena ini dengan kacamata hitam dan putih.
(Baca: Menristek: Saya Tidak Melarang Kelompok LGBT Beraktivitas di Kampus)
"Jangka panjang bagaimana, kita diskusi dengan Menkes dan Mendikbud," kata Daniel.
Kaum LGBT, lanjut dia, kerap dipandang diskriminatif karena tolak ukur yang digunakan adalah perspektif keagamaan. Padahal, idealnya fenomena tersebut dilihat dari segala sisi.
"Harusnya ada perspektif lain, misalnya perspektif sains. Jangan ke ulama lagi, MUI lagi," imbuhnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.