JAKARTA, KOMPAS.com - Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menentang opsi barter nasib penyidik Novel Baswedan terhadap kasus yang menjeratnya. Dalam opsi itu, perkara Novel akan dihentikan, tetapi dirinya harus keluar dari KPK.
"Seharusnya tak boleh ada tawar-menawar dalam persoalan ini. Kasus ini sejak awal kami katakan kriminalisasi," ujar Ketua Wadah Pegawai KPK, Faisal melalui pesan singkat, Kamis (4/2/2016).
Menurut Faisal, pimpinan KPK semestinya bersikap independen. Sudah sepatutnya Novel dipertahankan di KPK dan kasusnya dihentikan. (baca: KPK: Kejagung Tarik Berkas Perkara Novel Baswedan)
"Kasus ini jelas kriminalisasi, tentu jelas bahwa kasus ini harus dihentikan. Itu saja. Tidak boleh ada opsi lain," kata Faisal.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang membenarkan bahwa ada opsi untuk memindahkan Novel dari KPK. KPK memberi kesempatan seluas-luasnya bagi Novel untuk berkembang di tempat lain.
Namun, ia membantah bahwa opsi tersebut merupakan hasil lobi-lobi dengan Polri dan Kejaksaan. (baca: Kasusnya Dihentikan, Novel Baswedan Diberi Opsi Mengabdi di Luar KPK)
"Novel Baswdan itu fleksibel. Oleh sebab itu, diyakini akan bisa menyesuaikan diri di mana saja dan tetap relevan dengan keahliannya," ujar Saut.
KPK, kata Saut, memikirkan cara untuk menyelesaikan masalah tanpa memunculkan kegaduhan. Seiring ditariknya berkas perkara Novel, maka penyidik senior KPK itu hengkang dari KPK.
"Agar semua tuntas dan Novel Baswedan bisa mengabdi tanpa diikat oleh masa lalunya," kata Saut.
Presiden Joko Widodo sebelumnya meminta perkara yang menjerat Novel Baswedan dan dua mantan pimpinan KPK, Araham Samad dan Bambang Widjojanto segera diselesaikan.
Jokowi meminta Jaksa Agung HM Prasetyo untuk mencari cara penyelesaian yang tidak melanggar hukum. (baca: Jokowi Minta Kasus Novel, Bambang dan Abraham Diselesaikan)
"Presiden ingin perkara-perkara yang berkaitan dengan KPK diselesaikan karena ini sudah cukup lama. Tentu dengan alasan-alasan yang bisa dibenarkan secara hukum," kata Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi, Johan Budi SP di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (4/2/2016).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.