Koalisi tersebut terdiri dari Yayasan Satu Keadilan (YSK), YLBHI, Jaringan Pro Demokrasi, Advokat, Aliansi Nasionalis Gerakan Toleransi, dan Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia.
Bersama dengan mereka, seorang eks anggota Gafatar, Yudhistira Arif Rahman Hakim juga turut melapor. Ketua YSK, Sugeng Teguh Santoso menuturkan pihaknya menyampaikan tiga poin tuntutan.
Ia dan koalisinya menilai bahwa pemerintah cenderung abai terhadap hak warga negara, yaitu para eks anggota Gafatar di Mempawah, Kalimantan Barat yang pemukimannya dibakar.
"Hak sebagai warga negara untuk bekerja dan hidup untuk berpindah tempat dimana pun, untuk kemudian berkeyakinan dan membentuk satu komunitas itu adalah hak-hak dasar mereka tapi kemudian ini diabaikan dengan dasar yang belum jelas," ujar Sugeng di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Senin siang.
(Baca: Lelaki Eks Anggota Gafatar Ini Menangis Nyanyikan "Indonesia Raya")
Ada beberapa poin yang mennjadi tuntutan koalisi ini. Poin pertama, kata Sugeng, mendesak Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan secara menyeluruh terhadap peristiwa pembakaran pemukiman eks Anggota Gafatar pada 19 Desember 2015.
"Kami meminta Komnas HAM sebagai lembaga negara, mendorong agar pemerintah bertindak dengan mengutamakan hak-hak dasar atau hak asasi warga Gafatar yang dilanggar," kata Sugeng.
Sementara itu, poin kedua adalah desakan agar pemerintah mengutamakan perlindungan dan penghormatan HAM dalam penanganan warga eks Gafatar sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
"Mengapa ini bisa terjadi. Bisa di depan aparatur, pemerintah daerah, padahal masyarakatnya ribuan orang. Bahkan saya membaca, anak-anak dan perempuan yang dominan," imbuhnya.
(Baca: Pembakar Permukiman Gafatar di Kalbar Diduga Dibayar)
Adapun poin ketiga, lanjut Sugeng, adalah desakan kepada Polri untuk melakukan penegakkan hukum secara menyeluruh kepada massa yang telah melakukan pengrusakan dan pembakaran.
Selain itu, juga mengungkap pelaku atau dalang utama yang menggerakkan tindakan tersebut.
"Tindakan-tindakan pelanggaran hukum harus diusut karena Indonesia kan negara hukum," ungkap Sugeng.