Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Interupsi Warnai Pengesahan Prolegnas Prioritas 2016

Kompas.com - 26/01/2016, 15:54 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Interupsi mewarnai pengesahan pembahasan rancangan undang-undang (RUU) yang masuk prioritas Program Legislasi Nasional 2016 pada sidang paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/1/2016).

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Firman Soebagyo menjelaskan, Baleg awalnya menerima usulan pembahasan 132 RUU, yang terdiri atas 87 RUU usulan DPR, 27 RUU usulan pemerintah dan 18 RUU usulan DPD.

"Terhadap 132 usulan itu terdapat kesamaan judul, sehingga tinggal 124 RUU. Tentu tidak akan mungkin diakomodir seluruhnya mengingat keterbatasan waktu pembahasan antara DPR dengan pemerintah," kata Firman.

Pemerintah dan DPR kemudian kembali menyeleksi RUU yang akan dimasukkan Prolegnas 2016.

Proses seleksi dilakukan dengan menggunakan parameter untuk memberikan bobot atau scoring pada masing-masing usulan RUU.

Firman mengatakan, setidaknya ada lima parameter yang digunakan, yaitu RUU yang dalam tahap pembicaraan tingkat satu; RUU yang sedang menunggu Surat Presiden; dan RUU yang sedang menunggu tahap harmonisasi di Baleg; RUU yang sedang dalam tahap penyusunan dan sudah siap naskah akademik serta draf RUU, dan RUU baru yang memenuhi urgensi tertentu.

"Berdasarkan hasil pembahasan yang dilakukan disepakati 40 RUU masuk Prolegnas Prioritas 2016 dan perubahan Prolegnas RUU tahun 2015-2019 yang semula 160 RUU menjadi 169 RUU. Hal ini terkait dengan adanya sembilan RUU baru yang belum masuk dalam Prolegnas 2015-2019," ujarnya.

Selain kedua hal itu, juga disepakati 32 RUU masuk ke dalam perubahan Prolegnas Prioritas. RUU itu akan menjadi prioritas apabila dari 40 RUU sudah selesai pembahasannya.

Firman menambahkan, selain 40 RUU yang disepakati, ada lima RUU bersifat Kumulatif Terbuka yang juga disepakati pembahasannya.

Kelima RUU itu yakni RUU tentang Pengesahan Perjanjian Internasional, RUU Kumulatif Terbuka akibat Putusan MK, RUU Kumulatif Terbuka tentang APBN, RUU Kumulatif Terbuka tentang Pembentukan Provinsi dan Kabupaten/Kota, seta RUU tentang Penetapan Perppu Menjadi UU.

Hujan interupsi

Anggota Fraksi Gerindra Muhammad Syafi'i mempersoalkan masuknya revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Ia khawatir, jika UU tersebut direvisi justru akan mereduksi wewenang KPK yang selama ini bertugas untuk memberantas kejahatan yang sifatnya extraordinary crime tersebut.

"Kami belum bisa menerima ini masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2016," kata Syafi'i.

Hal senada juga disampaikan anggota Fraksi Gerindra lainnya, Elnino Husein Mohi.

Menurut dia, ada UU lain yang perlu mendapatkan perhatian pemerintah dan DPR yaitu revisi UU KUHP dan penyusunan RUU Keamanan Nasional.

Sementara itu, anggota Fraksi PKB Abdul Malik Haramain mengusulkan, agar pemerintah juga perlu memasukkan tiga RUU lain di dalam Prolegnas Prioritas 2016, yaitu RUU tentang Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Adat, RUU tentang Pembangunan Kepulauan dan RUU tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal.

Ia menjelaskan, selama ini pemerintah kerap mengakui keberadaan masyarakat adat. Namun, kenyataannya, upaya perlindungan terhadap mereka masih kurang.

"Terkait RUU tentang Pembangunan Kepulauan, yang perlu mendapat perhatian yaitu tidak seharusnya pembangunan provinsi kepulauan disamakan dengan pembangunan di provinsi non kepulauan," ujar Malik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com