Komisioner Komnas HAM Roichatul Aswidah mengatakan pemerintah seharusnya bisa melakukan evaluasi untuk mengintegrasikan UU antiterorisme dengan peraturan-peraturan lainnya.
Dia mencontohkan, rencana pemidanaan seseorang yang terindikasi melakukan ajakan untuk melakukan aksi terorisme bisa saja dijerat dengan pasal-pasal yang ada dalan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
(Baca: Pemerintah Enggan Terbitkan Perppu Anti-terorisme, Ini Alasannya)
"Kalau soal penindakan atas hasutan untuk melakukan tindakan terorisme dan pernyataan bergabung dengan kelompok radikal, kan kita sudah memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana," ungkap Roichatul Aswidah di Jakarta, Kamis (21/1/2016).
Sehingga, perlu dikaji lebih jauh sejauh mana polisi bisa memanfaatkan pasal-pasal itu dalam menindak terduga teroris sebelum mereka beraksi. Maka dari itu, diperlukan evaluasi yang menyeluruh dengan membandingkan dengan instrumen hukum lain sebelum melakukan revisi.
"Itu yang harus didudukan terlebih dahulu untuk melakukan perubahan atau penambahan pasal dalam undang-undang," ungkap Roichatul.
(Baca: Ini Poin Revisi UU Antiterorisme yang Diusulkan Pemerintah)
Dia mengakui, sampai saat ini belum ada koordinasi dengan pemerintah terkait rencana revisi UU Antiterorisme. Namun, Komnas HAM sedang melakukan pengkajian terhadap undang-undang tersebut.
Komnas HAM berharap diberikan kesempatan memberi masukan agar penanganan terorisme semaksimal mungkin tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia.
"Kami mendukung penuh upaya pemerintah dalam hal penanganan terorisme yang manusiawi dan bermartabat," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.