JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Nasir Djamil menilai, revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme jangan dijadikan ajang merusak prosedur yang sudah ada. Misalnya, intelijen jangan diberi wewenang menangkap.
"Saya berharap revisi ini tidak ada pihak merusak prosedur yang sudah ada selama ini di TNI, Polri, dan BNPT," kata Nasir di Jakarta, Kamis (21/1/2016), seperti dikutip Antara.
Nasir mengatakan, Badan Intelijen Negara (BIN) harus diperkuat dalam upaya penggalian informasi. Namun, bukan untuk mengawasi orang. (baca: Hari Ini Seminggu Lalu, Bom Thamrin Ingatkan Kita Bahaya Terorisme)
Nasir menilai, koordinasi antara institusi juga harus diatur agar lebih kuat dan solid sehingga upaya pencegahan dan penindakan terorisme bisa dilakukan dengan tepat.
"Saya menilai ada kecenderungan rivalitas antarinstitusi. Menko Polhukam (Luhut Binsar Panjaitan) paling bertanggung jawab (dalam upaya koordinasi tersebut)," ujarnya.
Nasir setuju dilakukannya revisi UU Terorisme karena usia UU itu sudah 13 tahun, sedangkan perkembangan dan pergerakan terorisme semakin dinamis. (baca: Revisi UU Anti-terorisme Masuk Prolegnas 2016)
Gerakan tersebut, menurut dia, semakin terbuka dengan melakukan aksi propaganda sehingga diperlukan regulasi yang mengikuti perkembangan tersebut.
"Kami di parlemen berharap revisi tersebut segera selesai minimal lima hingga enam bulan," katanya.
Dia menilai, sambil menunggu revisi UU tersebut, pemerintah bisa membuat peraturan perundangan untuk mengatasi masalah terorisme di Indonesia.
Ia menambahkan, pemerintah harus mengevaluasi pandangan terkait terorisme, jangan semata-mata memandangnya bagian jaringan internasional.
"Namun harus dievaluasi bahwa radikalisme disebabkan karena pembangunan tidak merata, pendidikan, dan kesenjangan antara kata dan miskin," katanya.
Dia menilai, program deradikaliasi harus terus diupayakan. Namun, bukan hanya ditujukan bagi orang yang pernah terlibat tindakan terorisme, tetapi untuk masyarakat luas.
Nasir juga meminta program deradikalisasi itu disinkronkan antarlembaga karena selama ini terkesan hanya dilakukan BNPT.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.