Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MKD Diminta Klarifikasi Masalah Adu Mulut Fahri Hamzah dengan Penyidik KPK

Kompas.com - 16/01/2016, 22:59 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Kehormatan Dewan diminta menyelidiki ada atau tidaknya pelanggaran etika yang dilakukan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang sempat menghalangi langkah KPK menggeledah ruangan anggota DPR.

Direktur Populi Center, Nico Harjanto menilai, MKD berwenang untuk meminta klarifikasi apakah ada unsur pelanggaran etika yang dilakukan Fahri.

Sikap Fahri tersebut, kata Nico, perlu dilihat dalam konteks kelembagaan. Apakah ada kesalahan yang dilakukan KPK dan Kepolisian yang tak sesuai dengan kesepakatan,

Atau memang ada unsur pelanggaran etika yang dilakukan Fahri karena dianggap menghalangi upaya penegakkan hukum.

"Saya kira itu jadi ranah MKD untuk bisa meminta klarifikasi dari Fahri sendiri. Perlu dilihat juga, KPK pasti ada dokumentasi. Ada dokumentasi yang bisa dilihat apakah ada prosedur yang dilanggar atau tidak," kata Nico di Jakarta, Sabtu (16/1/2016).

Berbeda disampaikan Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, Menurut dia, masalah tersebut tak dapat diproses MKD. (baca: KPK Merasa Tak Ada Pelanggaran dalam Surat Penggeledahan Ruangan Anggota DPR)

Secara substansi, kata Ray, sikap Fahri dapat dibenarkan. Terlebih penggeledahan yang dilakukan tidak terkait dengan kejahatan kekerasan. Sehingga anggota Brimob bersenjata lengkap dirasa tak perlu diikutsertakan dalam penggeledahan tersebut.

"Dari segi substansi, langkah Fahri ada benarnya. Dia memang mempertanyakan, mengapa sampai ada Brimob dengan senjata lengkap ke ruangan DPR," tutur Ray.

Ray menilai, sikap Fahri tak melanggar apapun termasuk etik anggota DPR. (baca: Cerita Penyidik KPK yang Tak Gentar Hadapi Fahri Hamzah Saat Penggeledahan)

"Cara dia yang semestinya mengarahkan orang lain, itu yang berlebihan. Tapi tidak melanggar apapun," imbuhnya.

Pimpinan DPR menilai ada sejumlah kesalahan KPK terkait langkah penggeledahan tiga ruangan anggota DPR, Jumat (15/1/2016). (baca: Ini Kesalahan KPK Terkait Penggeledahan Ruang Anggota Versi Pimpinan DPR)

Penggeledahan tersebut dilakukan terkait penangkapan anggota Komisi V Fraksi PDI-P, Damayanti Wisnu Putranti dalam sangkaan menerima suap menyangkut proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Setelah menggeledah ruangan Damayanti di lantai 6, sembilan penyidik KPK turut menggeledah ruangan anggota Komisi V Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto di lantai 13.

Setelah itu, penyidik turun ke lantai 3 untuk menggeledah ruangan Wakil Ketua Komisi V Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Yudi Widiana. (baca: Begini Panasnya Adu Mulut Fahri Hamzah dengan Penyidik KPK...)

Saat itu lah adu mulut antara Fahri dan penyidik KPK terjadi. Fahri yang juga politisi PKS ini tak menyebut peraturan apa yang tak memperbolehkan penyidik KPK membawa anggota Brimob saat melakukan penggeledahan.

Tak jarang keduanya saling bicara dengan nada tinggi dalam menyampaikan argumennya. Namun, para penyidik KPK tetap konsisten untuk menggeledah ruang Yudi.

Fahri akhirnya menyerah dan memilih menjelaskan permasalahan ini kepada media yang berada di lokasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com