Namun, wacana kebijakan tersebut ternyata mengundang kritik yang cukup tajam terhadap Pemerintah.
Pakar hukum Todung Mulya Lubis mengatakan bahwa ia tidak melihat adanya kebutuhan untuk melakukan revisi terhadap UU Terorisme.
"Revisi undang-undang mungkin akan memberikan efek jangka pendek. Tapi itu tidak akan pernah menyelesaikan persoalan," ujar Todung saat ditemui di kantor Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Jumat (15/1/2016).
Ia memahami ketakutan masyarakat terhadap terorisme itu nyata, bukan imajinasi. Terbukti kasus tersebut juga terjadi di Amerika Serikat dan Perancis beberapa waktu lalu.
Pemerintah memang harus tegas, kata Todung, tetapi upaya pengamanan atau penegakan hukum tidak boleh mengabaikan prinsip-prinsip HAM.
Menurut dia, pemerintah perlu berhati-hati. Jangan sampai untuk menangkal ancaman terorisme, malah membuka pintu bagi munculnya pemerintahan yang otoriter.
Bagi Todung, akan sia-sia jika penanganan terorisme dilakukan tanpa memedulikan prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia.
"Saya tidak setuju jika revisi itu nanti memberikan dasar kewenangan atas penahanan seseorang tanpa batas waktu atau menahan seseorang tanpa bukti-bukti awal yang cukup. Saya tidak mau cara-cara penanganan bergaya orde baru ada di sana," ungkapnya.
Sejauh pengamatan yang ia lakukan, kasus terorisme yang muncul justru timbul karena lemahnya koordinasi antara aparat-aparat keamanan, seperti kepolisian, tentara dan intelijen.
Oleh karena itu hal krusial yang harus segera dilakukan sebenarnya adalah mengoptimalkan sumber daya yang sudah ada dalam bidang intelijen untuk mendeteksi bahaya-bahaya ancaman teror.
Ia pun memberikan saran, pemerintahan Joko Widodo sebaiknya juga mengambil langkah yang berdampak jangka panjang.
Perbaikan kesejahteraan masyarakat, mewujudkan keadilan sosial, dan membenahi sistem pendidikan akan membuat masyarakat lebih sadar akan mana yang baik dan mana yang buruk.
Dengan begitu masyarakat tidak mudah terbujuk untuk bergabung dengan kelompok-kelompok teroris.
"Saya mengerti ongkos untuk melakukan itu akan besar sekali tapi kita mesti berani mengambil risiko," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.