JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Kepolisian sekaligus akademisi dari Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar mengatakan, penandatanganan Telegram Kapolri soal mutasi di internal Polri oleh Wakil Kepala Polri (Wakapolri) adalah hal yang biasa dilakukan.
Menurut Bambang, hal tersebut tidak perlu dipermasalahkan.
"Kapolri dan Wakapolri itu istilahnya satu kotak, maka keputusan kewenangan prinsip di luar kepolisian biasanya dilakukan oleh Kapolri, sedangkan Wakapolri untuk urusan internal," ujar Bambang kepada Kompas.com, Sabtu (2/1/2016).
Menurut Bambang, tanda tangan Wakapolri biasanya diperlukan dalam keadaan urgent, di mana Kapolri sedang berhalangan.
Meski demikian, tanda tangan oleh Wakapolri tersebut tetap dilakukan atas nama Kapolri, atau dengan kata lain, dibuat atas persetujuan Kapolri.
Selain itu, penandatanganan mutasi yang bisa diwakili oleh Wakapolri hanya berlaku bagi pangkat di bawah jenderal.
Sedangkan, untuk pangkat jenderal, harus ditentukan melalui rapat Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) Polri, kemudian SK ditandatangani oleh Kapolri dan Presiden.
"Meski muncul dugaan-dugaan karena mutasi sering ditandatangani oleh Wakapolri, harus diketahui bahwa itu adalah hal yang wajar dilakukan," kata Bambang.
Sebelumnya, Mabes Polri merotasi sejumlah pejabat di lingkungan Polri pada awal 2016 ini. Tercatat tujuh Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) akan dimutasi dari jabatannya.
(Baca: Awal Tahun, Mabes Polri Mutasi Tujuh Kapolda)
Perintah mutasi tersebut tertuang dalam Surat Telegram dengan Nomor ST/2718/XII/2015 tertanggal 31 Desember 2015.
Atas nama Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Wakapolri Komjen Budi Gunawan membubuhkan tanda tangannya pada surat tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.