Saut yang juga akademisi pengajar ilmu kompetitif intelijen di Universitas Indonesia tersebut memperoleh 37 suara dukungan dalam voting yang dilakukan Komisi III DPR, Kamis (17/12/2015).
Saut pernah menjadi Sekretaris Program Pendidikan Regular Angkatan ke-50 Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) pada 2013.
Ia juga pernah mengikuti empat kali seleksi calon pimpinan KPK, tetapi selalu gagal terpilih.
Saat mengikuti tahapan wawancara oleh Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK, Saut menyatakan bahwa ia termotivasi untuk mendaftar sebagai calon pimpinan KPK karena ingin ikut andil dalam pemberantasan korupsi.
Ia juga ingin mencontohkan kepada para mahasiswanya untuk tidak takut mencoba profesi yang dianggap berbahaya.
"Jadi, pimpinan KPK itu enggak gampang," kata Saut di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (26/8/2015).
Meski memiliki keunggulan berupa keahlian pada bidang khusus yang dinilai dapat menunjang kinerja KPK, keberhasilan Saut mencapai kursi pimpinan sementara lembaga antikorupsi tersebut diwarnai beberapa pernyataan kontroversi.
Bahkan, beberapa di antaranya terdengar berlawanan dengan semangat pemberantasan korupsi.
Dalam tes wawancara, anggota Pansel KPK sempat mengonfirmasi laporan masyarakat mengenai kendaraan Jeep Wrangler hijau milik Saut.
Selain menggunakan nomor kendaraan yang didesain sendiri, yakni B 54U UTS, Saut juga dituduh tidak membayar pajak kendaraan sejak 2013.
Pertanyaan serupa juga diajukan anggota Komisi III DPR dalam proses fit and proper test capim KPK.
Menjawab hal tersebut, Saut bahkan bersedia untuk menunjukkan STNK sebagai bukti membayar pajak.
"Soal mobil, mungkin ada orang yang ke rumah, lalu muncul berita ada calon yang nomor STNK-nya mirip dengan namanya. Saya hanya minta nomor itu ke Polantas, kebetulan ada teman saya yang dulu di Lemhannas," kata Saut.
Pansel KPK juga mengklarifikasi perusahaan yang dimiliki oleh Saut, yakni PT Indonesia Cipta Investama, yang dilaporkan menjadi tempat pencucian uang. Saut membantahnya.