Dalam voting yang berlangsung di Komisi III, Kamis (17/12/2015) malam, Laode mengantongi 37 suara.
Ketika mengikuti proses seleksi calon pimpinan KPK, Laode mengaku sempat takut dengan salah seorang anggota Pansel KPK, Harkristuti Harkrisnowo.
Perancang kurikulum dan pelatih utama dari Kode Etik Hakim dan Pelatihan Hukum Lingkungan Hidup di Mahkamah Agung (MA) RI itu beralasan, Harkristuti kerap melontarkan pertanyaan kritis kepada setiap capim KPK.
"Saya takut," kata Laode, Selasa (25/12/2015).
KPK berhak angkat penyidik independen
Dalam proses wawancara sebelumnya, Laode berkeinginan agar KPK fokus pada pencegahan dan penindakan korupsi di sektor sumber daya alam dan perpajakan.
Menurut dia, kedua sektor itu sangat penting dan sesuai dengan fokus yang diberikan Presiden Joko Widodo dan Ditjen Pajak.
Selain itu, soliditas internal kelembagaan KPK harus diperkuat.
Ia juga menilai, perlu adanya penguatan eksternal, terutama membangun komunikasi yang baik dengan kepolisian dan kejaksaan.
Konsultan hukum lingkungan itu juga berkeinginan untuk memperkuat kinerja KPK. jumlah Menurut dia, jumlah penyidik KPK kurang.
Oleh sebab itu, ia berkeinginan agar ke depan dapat mengangkat penyidik independen tanpa perlu melibatkan kepolisian dan kejaksaan.
SP3 dan "abuse of power"
Sejak pertengahan tahun ini, wacana revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi terus bergulir.
Laode tak mempersoalkan rencana revisi tersebut, selama bertujuan untuk memperkuat KPK.
Dari sejumlah wacana revisi yang hendak dilakukan, ia ragu dengan wacana pemberian wewenang KPK untuk dapat menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3).
"SP3 saya pikir bisa diberlakukan, tetapi catatan saya, jangan sampai SP3 disalahgunakan sebagai ada abuse of power (penyalahgunaan wewenang)," kata Syarif di Kompleks Parlemen, Rabu (16/12/2015).
Menurut dia, selama ini SP3 sering dimanfaatkan penyidik untuk menggertak seseorang.
Namun, di sisi lain, SP3 juga diperlukan terutama bagi tersangka yang tak mungkin lagi diproses secara hukum, seperti orang sakit atau meninggal dunia.
"Itu mengapa harus ada dua alat bukti di KPK, supaya hati-hati, menjaga agar tidak terjadi kezaliman," kata Syarif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.