Menjelang pembacaan putusan, Rabu (16/12/2015) malam, Setya Novanto mengirimkan surat pengunduran diri sebagai Ketua DPR kepada MKD.
Desakan Novanto untuk mundur sebenarnya sudah datang jauh-jauh hari, sejak Politisi Partai Golkar ini dilaporkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said ke MKD.
Dalam laporannya, Sudirman menyebut Setya Novanto bersama pengusaha minyak Riza Chalid bertemu dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, 8 Juni 2015 untuk menjanjikan kemulusan renegosiasi kontrak.
Dalam pertemuan itu, Novanto meminta 20 persen saham PT Freeport dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Novanto juga meminta agar diberi saham suatu proyek listrik yang akan dibangun di Timika, dan meminta PT Freeport menjadi investor sekaligus off taker (pembeli) tenaga listrik yang dihasilkan dalam proyek tersebut.
Desakan pun makin luas ketika fakta-fakta persidangan mulai terungkap ke publik. Rekaman percakapan pertemuan 8 Juni 2015 itu dua kali diperdengarkan di sidang MKD, yakni saat pemeriksaan Sudirman dan Maroef.
Maroef juga mengakui, dialah yang merekam percakapan itu dan membenarkan adanya upaya permintaan saham.
Desakan mundur disuarakan para tokoh masyarakat, agama hingga dari internal anggota DPR RI sendiri. Aksi protes disuarakan mulai dari media sosial, hingga aksi demo di ruang-ruang publik.
Namun, Setya Novanto pantang menyerah. Dia justru melakukan perlawanan dengan menganggap rekaman yang diambil Maroef tersebut ilegal.
Saat dihadirkan di sidang MKD yang tertutup, Novanto menolak menjawab semua pertanyaan yang berkaitan dengan isi rekaman itu.
Novanto juga mempermasalahkan Sudirman Said yang dianggapnya tidak mempunyai kedudukan hukum karena melapor atas nama pejabat eksekutif.
Manuver untuk menyelamatkan Novanto juga dilakukan dengan mengganti tiga anggota Golkar di MKD. Kahar Muzakir, Ridwan Bae dan Adies Kadir masuk menggantikan Hardisoesilo, Dadang S Muchtar dan Budi Supriyanto.
Bersama Sufmi Dasco Ahmad dan Supratman (Gerindra) serta Zainut Tauhid (PPP), mereka sempat terang-terangan meminta kasus Novanto disetop saat voting terbuka.