Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pandangan Anggota MKD: 10 Beri Setya Novanto Sanksi Sedang, 7 Sanksi Berat

Kompas.com - 16/12/2015, 21:03 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Kehormatan Dewan selesai menggelar sidang dengan agenda mendengarkan pandangan masing-masing pimpinan dan anggota MKD terkait kasus yang menjerat Ketua DPR Setya Novanto, Rabu (16/12/2015) malam.

Pembacaan padangan digelar secara terbuka di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Semua pimpinan dan anggota MKD menganggap Novanto melanggar kode etik.

Namun, ada dua padangan kategori pelanggaran kode etik yang dilakukan Novanto. Pertama, Novanto dianggap melakukan atau terindikasi melakukan pelanggaran berat. Sanksinya dapat diberhentikan sebagai anggota DPR.

Kedua, Novanto dianggap melakukan pelanggaran kode etik sedang dengan sanksi dicopot sebagai Ketua DPR.

Berikut rincian pandangan mereka:

Pelanggaran berat:
1. Dimyati Natakusumah (F-PPP)
2. M Prakosa (F-PDI Perjuangan)
3. Sufmi Dasco Ahmad (F-Gerindra)
4. Supratman (F-Gerindra)
5. Ridwan Bae (F-Golkar)
6. Adies Kadir (F-Golkar)
7. Kahar Muzakir (F-Golkar)

Pelanggaran sedang:

1. Dasrizal Basri (F-Demokrat)
2. Guntur Sasongko (F-Demokrat)
3. Risa Mariska (F-PDI Perjuangan)
4. Maman Imanulhaq (F-PKB)
5. Victor Laiskodat (F-Nasdem)
6. Achmad Bakrie (F-PAN)
7. Sukiman (F-PAN)
8. Syarifuddin Suddin (F-Hanura)
9. Junimart Girsang (F-PDI Perjuangan)
10. Surahman Hidayat (F-PKS)

Bagaimana proses selanjutnya? Jika MKD memutuskan Novanto terindikasi melakukan pelanggaran kode etik berat, maka MKD perlu membuat Tim Panel.

Tata cata pembentukan tim Panel dan proses kerjanya diatur dalam Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2015. Tim Panel itu terdiri atas tiga orang anggota MKD dan empat orang dari unsur masyarakat.

Jadi, masih ada proses yang harus dilalui sebelum menjatuhkan putusan terhadap Novanto. Namun, Panel nantinya bisa menyatakan teradu tidak terbukti melanggar kode etik atau sebaliknya.

Berbeda jika MKD memutuskan Novanto dianggap melanggar kode etik kategori sedang. Tak perlu dibentuk Tim Panel untuk memberhentikan Novanto sebagai Ketua DPR.

Berdasarkan Pasal 67 Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2015, sanksi pemberhentian dari jabatan Pimpinan DPR disampaikan oleh MKD kepada Pimpinan DPR dan ditembuskan kepada pimpinan fraksi Anggota yang bersangkutan paling lambat lima hari sejak tanggal ditetapkannya putusan.

Kemudian, pemberhentian itu dilaporkan dalam rapat paripurna DPR yang pertama sejak diterimanya putusan MKD oleh Pimpinan DPR.

MKD sebelumnya sudah mendengar keterangan Menteri ESDM Sudirman Said sebagai pelapor, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin sebagai saksi kunci, Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan sebagai saksi, dan Novanto sebagai terlapor.

MKD juga sudah memutar rekaman percakapan antara Novanto, pengusaha Riza Chalid, dan Maroef yang digelar di Hotel Ritz Carlton Jakarta pada 8 Juni 2015. Percakapan selama pertemuan itu direkam oleh Maroef dengan ponselnya.

Berdasarkan rekaman tersebut, diduga ada permintaan saham Freeport dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo-Wapres Jusuf Kalla.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com