"Masih ada masyarakat miskin yang belum mendapatkan bantuan hukum, khususnya di tahap penyidikan di kepolisian dan kejaksaan," ujar Hakki di Kantor Ditjen HAM, Jakarta, Jumat (11/12/2015).
Menurut Hakki, jumlah potensi penanganan perkara oleh organisasi bantuan hukum di Indonesia berjumlah 4.020 perkara. Sementara kebutuhan bantuan hukum di tahanan sejumlah 27.218 orang.
Hakki menilai, jumlah ini masih jauh dari cukup, karena organisasi bantuan hukum tak hanya menangani kasus para tahanan, tapi juga kasus dari pengaduan umum.
"Potensi akses layanan bantuan hukum masih menghadapi persoalan dalam hal kemampuan menangani jumlah kebutuhan bantuan hukum dan pemerataan jangkauan bantuan hukum di seluruh Indonesia," kata Hakki.
Kurangnya dana yang tersedia untuk bantuan hukum dianggap salah satu kendala organisasi bantuan hukum di Indonesia untuk menangani seluruh perkara yang ada.
Berdasarkan penelitian Litbang DItjen HAM, untuk satu perkara litigasi, besaran biaya yang diberikan Kemenkumham hanya Rp 5 juta.
Bagi sebagian besar organisasi bantuan hukum, kata Hakki, dana Rp 5 juta dianggap kurang mencukupi. Terlebih lagi untuk kasus perdata yang membutuhkan biaya cukup besar.
"Anggraan Rp 5 juta, apakah mencukupi dengan mempertimbangkan kebutuhan OBH (organisasi bantuan hukum)?" kata Hakki.
Demi mengatasi persoalan tersebut, Hakki menilai pemerintah perlu meningkatkan jumlah dan pemerataan sebaran organisasi bantuan hukum, khususnya di daerah-daerah yang tak memiliki lembaga bantuan hukumnya.
Selain itu, Kemenkum HAM juga harus meningkatkan sosialisasi dalam penyampaian informasi soal ketersediaan bantuan hukum.
"Masih ditemukan masyarakat miskin yang tidak mengetahui hak mereka atas bantuan hukum," kata Hakki.