Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Mau Dituduh Kebiri KPK, DPR Akan Undang Pimpinan KPK Bahas Revisi UU

Kompas.com - 28/11/2015, 14:44 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Legislasi DPR memastikan akan mengundang pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Hal ini dilakukan agar tak ada lagi tudingan kepada DPR mengenai upaya pelemahan terhadap KPK.

"Sebelum pembahasan, kami undang KPK supaya tidak menimbulkan persepsi seolah-olah kita mau gembosi dan kebiri KPK," kata Wakil Ketua Baleg Firman Soebagyo saat dihubungi, Sabtu (28/11/2015).

Firman mengatakan, keputusan untuk mengundang KPK ini bahkan sudah menjadi keputusan rapat antara Baleg DPR dan Pemerintah, Jumat (27/11/2015).

Keputusan ini diambil atas masukan sejumlah anggota dan disetujui oleh seluruh peserta rapat. (baca: Ruki: Samakan Kewenangan Polri-Kejaksaan seperti KPK, Ayo Kita Adu Jago)

Dalam rapat itu, diputuskan juga Revisi UU KPK yang sebelumnya merupakan inisiatif pemerintah, diambil alih jadi inisiatif DPR.

"Kita beri kesempatakan KPK untuk bisa memberikan kontribusi, pemikiran, dan masukan yang konstruktif dalam rangka penegakan hukum yang berkeadilan," tambah Firman.

Firman mengatakan, kesepakatan revisi UU KPK menjadi usulan DPR ini akan dibawa ke Badan Musyawarah pada Senin (30/11/2015), dan ke rapat Paripurna pada keesokan harinya.

Setelah disahkan di Paripurna, DPR tinggal menunggu Presiden Joko Widodo mengeluarkan surat presiden.

"Setelah surat Presiden keluar, KPK akan segera kita undang," ucap Politisi Partai Golkar ini.

Firman optimistis revisi UU KPK ini bisa selesai sebelum masa sidang DPR selesai akhir Desember 2015 ini. (baca: Dikebut, Revisi UU KPK Ingin Diselesaikan Desember 2015)

Menurut Firman, hal yang terpenting adalah keseriusan pemerintah dan DPR untuk membahas revisi UU ini.

"Yang bikin susah kan karena dikritisi masyarakat katanya ingin melemahkan, jadi enggak pede membahas," ucap Firman. (baca: "Sudah 82 Politisi Dijerat, Barangkali Alasan Banyak Parpol Ingin KPK Bubar...")

Revisi UU KPK awalnya disepakati masuk dalam prolegnas prioritas 2015 sebagai inisiatif pemerintah pada 23 Juni. Namun, pada 6 Oktober, 45 anggota DPR mengusulkan untuk mengambil alih inisiatif penyusunan RUU KPK.

Dalam usulannya, para anggota DPR itu menyertakan draf yang isinya dianggap melemahkan KPK. Contohnya, diatur bahwa masa kerja KPK hanya 12 tahun setelah UU diundangkan. (baca: Ini Alasan PDI-P Batasi Umur KPK Hanya 12 Tahun)

Draf itu juga mengatur batasan bahwa KPK hanya bisa menangani kasus dengan kerugian negara minimal Rp 50 miliar.

Kewenangan penyadapan KPK juga harus dilakukan melalui izin pengadilan. Kemudian, KPK diusulkan tak lagi menyelidik dan menyidik perkara korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum.

KPK juga nantinya akan memiliki kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Terakhir, akan dibentuk juga lembaga pengawas untuk mengawasi kinerja KPK. (baca: Rapat dengan DPR, KPK Minta Tak Lagi Dilemahkan)

Setelah rencana tersebut menuai kritik, pada 14 Oktober, pemerintah dan pimpinan DPR sepakat menunda pembahasan revisi UU KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com