Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Chappy Yakin Pemerintah Tak Sembarangan Pilih AgustaWestland untuk Presiden

Kompas.com - 28/11/2015, 13:56 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - TNI Angkatan Udara berencana membeli helikopter AgustaWestland AW-101 buatan Italia, untuk menggantikan helikopter kepresidenan jenis lama, yakni Super Puma, produksi tahun 1980.

Meski demikian, rencana pengadaan helikopter khusus Presiden dan Wakil Presiden tersebut menuai pro dan kontra. Salah satunya, sejumlah kalangan menyarankan agar Pemerintah membeli helikopter buatan PT Dirgantara Indonesia.

Selain karena diproduksi di dalam negeri, buatan PT DI juga dinilai tak kalah canggih dari helikopter buatan Italia tersebut. (baca: Fadli Zon: Sebaiknya Presiden Pakai Helikopter Produksi Dalam Negeri)

Pengamat penerbangan yang juga mantan Kepala Staf TNI AU, Marsekal (Purn) Chappy Hakim, memberikan beberapa pandangannya terkait rencana pembelian helikopter kepresidenan.

Pertama, Chappy meyakini bahwa TNI AU pasti telah melakukan kajian dan memiliki pertimbangan matang sebelum membuat pilihan. (baca: Menyoal AgustaWestland AW101 Jadi Helikopter Kepresidenan RI)

"Helikopter ini akan digunakan oleh Presiden, jadi tidak masuk akal jika pembelian dilakukan dengan sembarangan," ujar Chappy kepada Kompas.com, Sabtu (28/11/2015).

Menurut Chappy, salah satu aspek yang menjadi pertimbangan adalah keunggulan produk dan kredibilitas perusahaan pembuat helikopter. (baca: Seskab: Helikopter Presiden untuk Keamanan, Bukan Kemewahan)

Chappy menilai, PT DI belum bisa menunjukkan keduanya, sehingga pemerintah memilih untuk menggunakan produk unggulan buatan luar negeri.

Sebagai contoh, beberapa produsen pesawat komersil di dunia memiliki produk-produk unggulan yang memang diakui kemampuannya. (baca: Luhut Pastikan AgustaWestland Helikopter Terbaik untuk Presiden)

Sebut saja, Boeing, dengan produk unggulan pesawat 737, atau Airbus dengan A320 atau pesawat A380.

Sementara untuk pesawat tempur, seperti F-16 buatan General Dynamics. baca: Helikopter Baru untuk Jokowi Lebih Bagus dari Super Puma)

Sebaliknya, menurut Chappy, PT DI belum menunjukkan kredibilitasnya dalam pembuatan pesawat. Produksi pesawat belum terfokus dengan baik sehingga beberapa produk yang dihasilkan seperti pesawat CN 235 tak sesuai dengan harapan.

"Perusahaan tidak bisa disebut meyakinkan karena bisa membuat semua jenis pesawat. Harus ada satu produk unggulan yang memang diakui dan sudah teruji," kata Chappy.

Menurut Chappy, untuk menghasilkan suatu produk yang benar-benar unggul, dibutuhkan sumber daya manusia yang cakap dan dana yang sangat besar. Bahkan, perusahaan biasanya memerlukan bantuan pemerintah dalam kegiatan produksi.

Dengan demikian, menurut Chappy, pemerintah tidak dapat dipermasalahkan jika tidak membeli produk buatan dalam negeri, atau buatan PT DI.

Dalam hal ini, publik seharusnya memahami bahwa TNI AU telah membuat pertimbangan matang sebelum melakukan pembelian helikopter.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com