Revisi ini akan mulai dibahas pada awal tahun depan karena masuk ke dalam prolegnas prioritas 2016. (Baca: Jika UU Direvisi, KPK Minta Tambahan Dua Ayat Baru)
Dalam rapat itu, anggota Baleg dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Al Muzzammil Yusuf, meminta KPK menjadi lembaga pertama yang diundang dalam membahas revisi ini.
Hal ini dilakukan agar tak ada kecurigaan publik bahwa DPR hendak melemahkan KPK. (Baca: Presiden Dinilai Tidak Tegas soal Revisi UU KPK)
Usulan ini pun disambut baik oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly dan semua anggota yang hadir.
"Sebelum pembahasan, kami akan undang KPK supaya seolah-olah tidak menggembosi KPK," ujar Firman. (Baca: Ini Empat Poin Revisi UU KPK yang Jadi Fokus Pemerintah)
Sebaliknya, rapat ini juga menyetujui agar rancangan undang-undang mengenai pengampunan pajak atau tax amnesty diambil alih, dari inisiatif DPR menjadi inisiatif pemerintah.
Pembahasan UU ini juga akan dimulai pada awal tahun depan karena masuk ke dalam prolegnas prioritas 2016.
Anggota Baleg dari Fraksi PDI-P, Hendrawan Supratikno, pun meminta DPR dan pemerintah serius membahas kedua UU yang dianggapnya sensitif ini. (Baca: Pemerintah-DPR Sepakat Tunda Bahas Revisi UU KPK)
"Dua RUU ini sensitif. UU KPK berkaitan dengan isu pelemahan KPK, sementara pengampunan pajak terkait pengampunan bandit. Kami minta pembahasan tidak bertele-tele," ucapnya.
Rencana pembahasan RUU KPK sempat menuai kontroversi. Sejumlah kalangan pun menolak lantaran pembahasan itu dianggap sebagai pintu masuk untuk melemahkan KPK. (Baca: Menkumham Belum Pastikan Revisi UU KPK Masuk Prolegnas 2016)
Namun, setelah lima pimpinan DPR bertemu dengan Presiden Joko Widodo, pembahasan RUU KPK disepakati untuk ditunda. Meski ditunda, perbaikan undang-undang ini tak pernah dicabut dalam prolegnas lima tahunan yang ditetapkan DPR pada masa awal kerjanya.