JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik LIPI Ikrar Nusa Bakti mencurigai manuver PDI Perjuangan dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik Ketua DPR RI Setya Novanto.
Dia mempertanyakan sikap PDI-P apakah mendukung Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan menuntaskan kasus Novanto, atau sebaliknya.
Jika mendukung, Ikrar mencurigai PDI-P mempunyai niat terselubung memanfaatkan momen ini untuk menjatuhkan orang-orang yang selama ini bertentangan dengan kepentingan pihaknya. (Baca: Partai Pendukung Pemerintah Berkonsolidasi Kawal Kasus Setya Novanto)
"Karena kan PDI-P itu otaknya, wah ada kasus begini nih, sekali tepuk bisa dua, tiga, nyawa hilang," ujar Ikrar dalam diskusi di Rumah Kebangsaan, Jalan Pattimura Nomor 9, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Jumat (27/11/2015).
"Maksud saya, ya si Setya Novanto, Sudirman Said, dan bosnya Sudirman Said (Menteri ESDM), yaitu Rini Soemarno (Menteri BUMN). Bisa kena semua mereka itu," lanjut Ikrar. (Baca: "Menggelikan, Ada Bagian MKD yang Terang-terangan Bela Setya Novanto")
Ikrar berharap hal itu hanya pikiran negatifnya dan tidak terjadi. Dia lebih berharap PDI-P sebagai salah satu partai pendukung pemerintah benar-benar mendukung kasus Novanto diselesaikan sesuai aturan.
"Tetapi, kalau benar-benar skenarionya (PDI-P) begitu, ya sudahlah, bubar jalan saja," ujar Ikrar.
Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR, Arif Wibowo, sebelumnya mengatakan, fraksi partai politik pendukung pemerintah telah melakukan konsolidasi dan sepakat untuk mengawal ketat kasus dugaan pencatutan nama Jokowi-JK.
Efek dari konsolidasi ini, PDI-P, Partai Nasdem, dan Partai Amanat Nasional sepakat merombak anggotanya di MKD. (Baca: Sejumlah Fraksi Ganti Anggotanya di MKD)
MKD sebelumnya memutuskan untuk melanjutkan laporan Sudirman Said terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua DPR. (Baca: Setya Novanto Batal Laporkan Sudirman Said ke Polisi)
Dalam laporannya, Sudirman menyebut ada permintaan saham kepada PT Freeport Indonesia (FI) yang akan diberikan kepada Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Permintaan itu disampaikan dalam pertemuan pada 8 Juni 2015 yang belakangan diketahui dilakukan antara Presiden Direktur PT FI Maroef Sjamsoeddin, Ketua DPR Setya Novanto, dan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid. (Baca: "Tugas Pimpinan DPR Pimpin Rapat, Bukan Bertemu Pengusaha")
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.