"Kami sudah tahu titik-titiknya. Nanti pengawas TPS harus maksimal kerjanya. Tentu yang paling diharapkan adalah partisipasi masyarakat," kata Nasrullah di Bandung, Jumat (20/11/2015).
Nasrullah memaparkan, sering kali petugas di lapangan lalai. Idealnya, mereka mencocokan satu-satu undangan C6 (pemberitahuan untuk memilih) dengan DPT. Namun, seringkali langkah ini diabaikan.
"Waspadai petugas yang menerima DPT ini. Kalau dia punya daftar DPT, tapi kerjanya cuma main catat. Dia tidak menggunakan cross check," kata dia.
Nasrullah menambahkan, hal tersebut sering kali terjadi di daerah dimana biasanya pemilih dan petugas pencatat DPT sudah saling mengenal. Karena telah saling kenal, pemilih tetap dipersilakan mencoblos tanpa dicocokan dulu datanya.
"Kalau tiba-tiba ada orang lain yang datang bawa undangan, semestinya dia (petugas) boleh saja minta identitas. Kalau cuma bawa undangan, belum tentu ada dalam DPT," tutur Nasrullah.
Bawaslu mengingatkan ketidakcermatan petugas bisa menjadi potensi kecurangan. Pada pemilu yang lalu, Bawaslu menemukan modus jual beli undangan C6. Undangan yang belum sempat tersebar diperjualbelikan ke sejumlah pihak seharga Rp 20.000,- atau Rp 30.000,-.
Ia menginginkan hal tersebut tak lagi ditemukan pada pilkada serentak 9 desember 2015. "Ini pilkada yang lalu ya. Jangan sampai ini muncul lagi," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.