Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terkait Ujaran Kebencian, Warga Harus Ekstra Hati-hati di Media Sosial

Kompas.com - 30/10/2015, 04:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Munculnya surat edaran terkait ujaran kebencian dari Kepolisian Republik Indonesia menjadi pengingat bagi masyarakat, terutama warga pengguna internet (netizen), untuk ekstra hati-hati dalam menyampaikan pendapat di ruang publik, khususnya di jejaring media sosial.

Literasi media digital pun menjadi sesuatu yang penting untuk dikembangkan untuk mengedukasi masyarakat.

Dalam surat edaran yang ditandatangani Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti pada 8 Oktober 2015 tersebut, jejaring media sosial menjadi salah satu sarana yang dipantau terkait penyebaran ujaran kebencian ini.

Sementara aspek yang dianggap dapat menyulut kebencian juga tak terbatas pada suku, agama, ras, etnis, dan golongan.

Aspek mengenai warna kulit, jender, kaum difabel, hingga orientasi seksual juga menjadi perhatian dalam surat edaran ini.

(Baca Polri Antisipasi Ujaran Kebencian)

Padahal, fenomena yang berkembang saat ini di jejaring media sosial, setiap orang tak memiliki batasan dalam mengunggah sesuatu atau memberikan komentar terhadap suatu peristiwa.

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Roichatul Aswidah saat dijumpai di Jakarta, Kamis (29/10/2015), sepakat dengan adanya surat edaran ini karena dapat melindungi hak asasi manusia seseorang agar tidak dilecehkan atau difitnah.

"Selama ini, ujaran kebencian berdampak pada pelanggaran HAM ringan hingga berat. Selalu awalnya hanya kata-kata, baik di media sosial maupun lewat selebaran, tapi efeknya mampu menggerakkan massa hingga memicu konflik dan pertumpahan darah. Dengan adanya surat edaran ini, paling tidak upaya pencegahan dapat dilakukan terlebih dahulu," kata Roichatul.

Kecepatan penyampaian informasi di era saat ini rentan disalahgunakan sehingga pendidikan kepada masyarakat, baik mengenai penggunaan teknologi maupun masalah hak asasi manusia, harus diperkuat.

Pihak kepolisian pun, lanjut Roichatul, harus mendapat bekal pengetahuan dan pemahaman yang cukup dalam menangani perkara ujaran kebencian ini.

Secara terpisah, pegiat Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet), Damar Juniarto, juga setuju dengan keberadaan surat edaran ini.

Menurut dia, pemerintah memang sudah waktunya mengambil bagian untuk menangani persoalan ujaran kebencian ini.

Ia pun menilai wajar jika muncul ketakutan dalam penggunaan media sosial nantinya, terutama setelah surat edaran ini diterapkan.

Untuk itu, literasi media digital perlu dilakukan. Sebab, masyarakat Indonesia, bahkan generasi muda yang melek teknologi, belum memahami perbedaan antara mengekspresikan pendapat dan menyebar kebencian.

"Ini yang sering kali tidak dipahami ketika mengunggah sesuatu. Dalam hal ini, penegak hukum juga harus mengetahui perbedaannya untuk mengambil tindakan. Jika hanya sekali dilakukan, tidak bisa serta-merta ditindak. Tapi jika sudah berkali-kali, berarti terlihat ada niat jahat," ungkap Damar.

John Muhammad dari Public Virtue Institute juga mendorong agar literasi media digital ditingkatkan.

"Sudah waktunya, literasi digital masuk ke pendidikan formal. Di era teknologi, hal semacam ini tidak bisa dianggap sepele karena literasi digital ini penting untuk menata etiket dalam dunia digital yang sebenarnya sama dengan dunia nyata hanya berbeda perantara," ujar John.

Ia menambahkan, melalui literasi digital, generasi muda akan mengetahui aturan-aturan yang harusnya dijalankan ketika menggunakan jejaring media sosial dalam menyampaikan pendapat atau ketidaksukaan pada suatu hal.

Begitu pula dalam menyebar berita yang masuk melalui jejaring media sosial atau aplikasi pengiriman pesan di gawai, biasakan mengutip sumber ketika ingin meneruskannya ke orang lain atau ke kelompok lain.

Contoh ujaran kebencian

Damar Juniarto mengingatkan kita agar tidak mencampuradukkan antara kebebasan ekspresi dan ujaran benci. "Ujaran kebencian itu bahkan musuh besar dari kebebasan ekspresi," katanya.

Tingkatan ujaran kebencian bisa mulai dari pelecehan, menghasut, sampai mengajak orang untuk menumpas/membunuh orang lain.

Damar mencontohkan, pernah ada seorang pembicara yang memberi ilustrasi bahwa autis itu karena main gawai.

Menurut Damar, hal seperti itu sudah masuk ujaran kebencian pada mereka yang difabel di tingkat pelecehan.

Sang pembicara tersebut tidak sadar. Namun, jika hal seperti itu terus berlanjut dan dilakukan secara sadar serta ditujukan untuk menyakiti orang lain, maka sudah termasuk kategori pelanggaran berat.

Contoh ujaran kebencian lainnya adalah baru-baru ini seorang pengguna Facebook mengirim komentar yang sudah rasis dan menghasut.

Pengguna Facebook tersebut mengekspresikan kemarahannya dengan mengatakan ingin berburu dan menyembelih orang berdasar kebenciannya pada ras tertentu.

Menurut Damar, orang seperti itu bukan sedang menyatakan ekspresinya secara bebas, tetapi sedang melakukan kekerasan lewat ujaran kebencian.

Ujaran kebencian sering dicari-cari alasan pembenarannya, misalnya dikatikan dengan ketimpangan ekonomi.

"Tetapi itu tidak bisa dijadikan landasan tanpa mengaitkannya dengan aspek sejarah, politik, dan sosiologis," kata Damar. (Riana A Ibrahim)

Artikel ini telah tayang di Kompas Digital edisi Kamis (29/10/2015) dengan judul "Pasca Edaran Polri Terkait Ujaran Kebencian, Warga Harus Ekstra Hati-hati di Media Sosial".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com