JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Presiden Jusuf Kalla bertanggung jawab atas kesalahan pemerintahan sekarang maupun pemerintahan sebelumnya yang tidak mengelola lahan gambut dengan baik. Dengan demikian, lahan gambut yang telah rusak mengakibatkan kebakaran berkepanjangan pada musim kemarau sekarang ini.
"Gambut yang salah jalan, salah pakai, salah urus, atau salah izin. Jadi, pemerintah sekarang dan masa lalu juga punya kesalahan besar. Saya juga tanggung jawab karena saya pemerintah masa lalu juga," kata Kalla saat menghadiri rapat kerja nasional Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) di Jakarta, Selasa (27/10/2015).
Menurut Kalla, selama ini, banyak izin pengelolaan lahan yang dikeluarkan pemerintah tanpa sesuai dengan aturan perundang-undangan. Atas dasar itu, Wapres menilai pemerintah saat ini perlu melakukan restorasi atau perbaikan fungsi lahan gambut.
Program restorasi lahan gambut ini kemungkinan memakan waktu kurang lebih lima tahun. Biaya yang dikeluarkan pemerintah pun bisa mencapai puluhan triliun rupiah untuk melakukan restorasi lahan gambut.
"Mengembalikan ke asalnya gambut itu karena lebih besar korbannya kalau kita tidak restorasi gambut," kata Kalla.
Tindakan tegas
Meskipun begitu, pemerintah juga meminta agar perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam pembakaran lahan ikut bertanggung jawab dengan membayarkan denda yang diatur dalam undang-undang.
Kalla pun mengingatkan pengusaha-pengusaha perkebunan sawit untuk memperbaiki kerusakan lingkungan sebelum pemerintah mengambil tindakan tegas.
"Kita akan keras itu, apa boleh buat daripada rakyat menderita. Kita harus kembalikan ke asalnya gambut itu, heterologinya, dan sebagainya," kata Kalla.
Wapres menekankan perlunya upaya bersama baik pemerintah maupun pengusaha dalam mengembalikan fungsi lingkungan. Pengusaha dimintanya untuk tidak hanya menyampaikan protes ataupun kritikan kepada pemerintah, tetapi juga mencari solusi dan bergerak bersama.
Sebagai gantinya, pemerintah siap mendorong berkembangnya bisnis para pengusaha, termasuk dengan memberikan subsidi bunga kredit.
"Perusahaan besar yang punya CSR, silakan. Jangan hanya minta diturunkan bunga, tetapi juga bagaimana mengatasi secara bersama-sama. Oleh karena itu, jangan PHK karena kalau harga turun, PHK lagi, kena asap lagi, masya Allah apa ini, rakyat kita yang terjadi kan," tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.