Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi UU KPK Ditunda, Politisi PDI-P Tidak Sakit Hati ke Jokowi

Kompas.com - 13/10/2015, 22:43 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengusul revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, Arteria Dahlan, mengaku dapat menerima keputusan Presiden dan DPR yang sepakat menunda revisi UU KPK.

"Kita harus menghormati, kita terima dan apresiasi keputusan itu," kata Arteria saat dihubungi, Selasa (12/10/2015).

Arteria mengatakan, sebenarnya Fraksi PDI-P berniat melakukan revisi UU KPK dengan maksud dan tujuan yang baik. Tidak ada maksud sedikit pun untuk melemahkan KPK. Kendati demikian, dia mengatakan bahwa PDI-P akan bersabar dan membahas revisi UU KPK ini pada kemudian hari.

"Karena UU KPK ini sudah masuk prolegnas prioritas, tentunya ada pembahasan, tetapi tidak sekarang karena sekarang fokus pemerintah adalah mengenai ekonomi," ucap dia.

Arteria tak menampik bahwa niat Fraksi PDI-P merevisi UU KPK ini datang langsung dari pimpinan partai berlambang banteng itu. Namun, dia tidak melihat Presiden Joko Widodo, yang juga kader PDI-P, membangkang dari perintah partai karena meminta revisi ini ditunda.

"Saya pikir kita tidak melihat dari prespektif itu. Sebagai kepala pemerintahan tertinggi, Presiden kan punya hak prerogatif juga. Kami selalu menghormati. Tidak ada rasa sakit hati," ujar anggota Komisi II DPR ini.

Arteria menambahkan, sambil menunggu waktu yang tepat untuk membahas revisi UU KPK ini, PDI-P akan turut menampung aspirasi masyarakat. Menurut dia, draf revisi yang diusulkan dalam rapat Badan Legislasi (Baleg), Selasa pekan lalu, belum final dan masih dapat berubah.

Aspirasi mengenai revisi UU KPK nantinya bisa disampaikan langsung kepada fraksi, atau kepada alat kelengkapan Dewan yang ada di DPR. "Kami buka ruang bagi masyarakat untuk sama-sama mengawal revisi UU KPK ini," ucapnya.

Rencana revisi UU KPK diusulkan oleh 45 anggota DPR dari enam fraksi dalam rapat Baleg, Selasa (6/10/2015) pekan lalu. Draf revisi yang diusulkan mencakup aturan bahwa KPK bekerja selama 12 tahun setelah RUU tersebut diundangkan.

Selain itu, ada pula batasan bahwa KPK hanya bisa menangani kasus dengan kerugian negara minimal Rp 50 miliar. Kewenangan penyadapan KPK juga harus dilakukan melalui izin pengadilan. Kemudian, KPK diusulkan tak lagi menyelidik dan menyidik perkara korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum.

KPK juga nantinya akan memiliki kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Terakhir, lembaga pengawas kinerja KPK akan dibentuk.

Namun, dalam rapat konsultasi antara pimpinan DPR dan Presiden di Istana, Selasa petang ini, kedua belah pihak sepakat agar revisi UU KPK ini ditunda sampai masa sidang DPR berikutnya.

Poin yang akan direvisi juga mengerucut menjadi empat hal saja, yakni pemberian kewenangan kepada KPK untuk menerbitkan SP3, pengaturan kembali kewenangan menyadap, keberadaan penyidik independen, dan pembentukan badan pengawas KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

Nasional
Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

Nasional
Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Nasional
Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Nasional
Mardiono Jajaki Pertemuan dengan Prabowo Setelah Putusan MK

Mardiono Jajaki Pertemuan dengan Prabowo Setelah Putusan MK

Nasional
Mardiono Sebut Ada Ajakan Informal dari PAN dan Golkar Gabung ke Koalisi Prabowo-Gibran

Mardiono Sebut Ada Ajakan Informal dari PAN dan Golkar Gabung ke Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Jokowi Bertemu Bos Apple di Istana Besok Pagi, Akan Bahas Investasi

Jokowi Bertemu Bos Apple di Istana Besok Pagi, Akan Bahas Investasi

Nasional
Otto Hasibuan Sebut Kubu Anies dan Ganjar Tak Mau Tahu dengan Hukum Acara MK

Otto Hasibuan Sebut Kubu Anies dan Ganjar Tak Mau Tahu dengan Hukum Acara MK

Nasional
Sekjen PDI-P Ungkap Bupati Banyuwangi Diintimidasi, Diperiksa Polisi 6 Jam

Sekjen PDI-P Ungkap Bupati Banyuwangi Diintimidasi, Diperiksa Polisi 6 Jam

Nasional
Menteri ESDM Jelaskan Dampak Konflik Iran-Israel ke Harga BBM, Bisa Naik Luar Biasa

Menteri ESDM Jelaskan Dampak Konflik Iran-Israel ke Harga BBM, Bisa Naik Luar Biasa

Nasional
Jawab PAN, Mardiono Bilang PPP Sudah Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Jawab PAN, Mardiono Bilang PPP Sudah Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com