JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah menyatakan belum akan bersikap terkait rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Alasannya, pemerintah menunggu komunikasi dengan DPR sambil mengamati respons masyarakat terkait rencana UU tersebut.
"Pemerintah tentunya memperhatikan pro dan kontra, aspirasi yang ada," kata Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (9/10/2015).
Pramono menuturkan, rencana revisi UU KPK nyata menuai pro dan kontra. Banyak kelompok masyarakat yang menolak revisi dilakukan jika untuk melemahkan KPK, tapi mayoritas fraksi di parlemen justru beranggapan revisi diperlukan untuk memperkuat lembaga antikorupsi tersebut.
"Tetapi bagaimana sikap pemerintah? Ya nanti," ungkap politisi PDI Perjuangan ini.
Ada enam fraksi di DPR yang mengusulkan perubahan UU KPK saat rapat Badan Legislasi DPR, Selasa (6/10/2015) kemarin. Fraksi tersebut adalah Fraksi PDI Perjuangan, Nasdem, PPP, Hanura, PKB, dan Golkar.
Beberapa poin revisi yang menjadi perhatian, antara lain KPK diusulkan untuk tidak lagi menyelidik dan menyidik perkara korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum. KPK juga dilarang menangani perkara yang nilai kerugian negaranya di bawah Rp 50 miliar.
Selain itu, KPK diusulkan hanya memiliki masa keberadaan selama 12 tahun. Fungsi pendidikan antikorupsi pada KPK juga diusulkan dihilangkan. Ada juga usulan bahwa hanya pegawai negeri sipil (PNS) Polri, Kejaksaan Agung, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang boleh menjadi pegawai KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.