JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, menyarankan agar Institusi Komisi Pemberantasan Korupsi tidak perlu berkomentar soal draf revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Sebab, KPK hanya sebagai pelaksana dari undang-undang tersebut.
"Idealnya KPK pun tidak perlu ikut dalam policy making, dia kan cuma pelaksana undang-undang saja. Cuma selama ini selalu ditanyakan, jadi seolah-olah aktif, padahal policy making itu wilayah politik," ujar Jimly, saat ditemui di Gedung DKPP, Jakarta Pusat, Jumat (9/10/2015).
Menurut Jimly, harus dibedakan antara wilayah policy making dan policy executive. Sehingga, jabatan-jabatan yang berfungsi sebagai pelaksana undang-undang jika tidak dilibatkan, tidak perlu melibatkan diri.
Menurut Jimly, keterlibatan lembaga yang diatur undang-undang bersama organisasi masyarakat atau lembaga swadaya lainnya, untuk mengusung sesuatu hal dalam pembuatan undang-undang bukanlah hal yang benar. Ia menilai hal tersebut malah bisa membuat lembaga terjebak pada aktivitas politik.
"Misalnya undang-undang tentang pemilu, kami sebagai DKPP, KPU dan Bawaslu, tidak perlu berinisiatif menghalangi pembuat undang-undang supaya kami diperkuat. Itu bukan urusan kami, itu wilayah policy maker, kita hanya pelaksana undang-undang," kata Jimly.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi menolak revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang diajukan enam fraksi di DPR. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua sementara KPK Taufiequrachman Ruki dalam konferensi pers di Gedung KPK.
"Dengan ini, KPK menentukan sikap, KPK menolak adanya revisi UU KPK," ujar Ruki di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/10/2015). (Baca: KPK Tegas Menolak Revisi Undang-Undang KPK)
Adapun, beberapa poin revisi yang menjadi banyak perhatian, antara lain, KPK diusulkan tak lagi menyelidik dan menyidik perkara korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum. KPK juga dilarang menangani perkara yang nilai kerugian negaranya di bawah Rp 50 miliar.
Selain itu, KPK diusulkan hanya memiliki masa kerja selama 12 tahun.Fungsi pendidikan antikorupsi pada KPK juga diusulkan dihilangkan. Ada juga usulan bahwa hanya Pegawai Negeri Sipil (PNS) Polri, Kejaksaan Agung dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang boleh menjadi pegawai KPK.