Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pecat Honing Sanny, PDI-P Dinilai Salah Tafsir Isi Surat Bawaslu NTT

Kompas.com - 09/10/2015, 14:56 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pengawas Pemilu Provinsi Nusa Tenggara Timur Nelce Ringu menilai bahwa Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan Provinsi NTT telah salah tafsir menanggapi isi surat yang dikirimkan Bawaslu NTT. Surat Bawaslu NTT itu merupakan jawaban atas laporan dugaan pelanggaran pemilu oleh kader PDI-P, Honing Sanny. Surat itu dijadikan dasar oleh DPD PDI-P untuk memecat kadernya, Honing, yang terpilih sebagai anggota DPR RI dalam Pemilu Legislatif 2014.

"Surat tanggapan kami oleh pengadu (Honing) dikatakan jadi satu-satunya dasar untuk memberhentikan pengadu, tapi kami ingin jelaskan isi surat kami tidak seperti itu," ujar Nelce saat ditemui seusai mengikuti sidang putusan di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jakarta Pusat, Jumat (9/10/2015).

Menurut Nelce, dari rekapitulasi yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum, tidak ditemukan perbedaan jumlah perolehan suara. Perbedaan itu hanya ada dalam data rekapitulasi internal PDI-P, yang diserahkan ke Bawaslu saat melaporkan dugaan kecurangan.

"Data yang diberikan pelapor itu memang ada perbedaan, tapi itu data dari pelapor ya, dalam hal ini PDI-P. Dalam data kami sendiri tidak ditemukan perbedaan," kata Nelce.

DKPP telah memerintahkan Bawaslu NTT untuk memberikan klarifikasi terkait surat yang pernah dikirimkan ke DPD PDI-P. DKPP menilai Bawaslu NTT tidak profesional sehingga membuat salah tafsir yang merugikan orang lain. (Baca DKPP Perintahkan Bawaslu NTT untuk Klarifikasi Isi Surat yang Rugikan Honing Sanny)

Sebelumnya, Andreas Hugo Pareira, calon anggota legislatif PDI-P dari daerah pemilihan yang sama dengan Honing, yakni Nusa Tenggara Timur I, menuduh Honing melakukan pemindahan suara partai di 10 kecamatan di dapil tersebut. DPD PDI-P Provinsi NTT kemudian mengirimkan surat kepada Bawaslu untuk memeriksa laporan tersebut.

Bawaslu menjawab laporan tersebut melalui surat yang menyatakan tidak dapat menindaklanjuti laporan adanya perbedaan jumlah suara yang sudah diplenokan di tingkat panitia pemungutan suara, panitia pemilihan kecamatan, KPU kabupaten/kota, dan KPU provinsi, ke tahap selanjutnya. Hal itu karena tidak ada keberatan, baik dari saksi PDI-P maupun pengawas pemilu kabupaten dan jajarannya, saat pleno dilangsungkan.

Bawaslu menilai bahwa perbedaan jumlah perolehan suara tersebut hanya terjadi dalam data yang dimiliki PDI-P. Bawaslu kemudian merekomendasikan agar hal itu diselesaikan secara internal partai atau mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil perhitungan perolehan suara kepada Mahkamah Konstitusi.

Menanggapi surat Bawaslu itu, DPP PDI Perjuangan memecat Honing dari keanggotaan di partai banteng tersebut. Pemecatan dilakukan karena Honing dianggap tidak menjalankan perintah partai untuk mundur sebagai anggota DPR terpilih periode 2014-2019.

Honing menjelaskan, PDI-P memintanya mundur sebagai anggota DPR terpilih setelah dirinya dituduh berbuat curang saat Pemilu Legislatif 2014. Salah satu dasar yang digunakan adalah surat Bawaslu NTT yang diserahkan ke DPD PDI-P.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Sebut Tak Wajar Lonjakan Nilai LHKPN Bupati Manggarai Jadi Rp 29 Miliar dalam Setahun

KPK Sebut Tak Wajar Lonjakan Nilai LHKPN Bupati Manggarai Jadi Rp 29 Miliar dalam Setahun

Nasional
Serahkan Kesimpulan ke MK, KPU Bawa Bukti Tambahan Formulir Kejadian Khusus Se-Indonesia

Serahkan Kesimpulan ke MK, KPU Bawa Bukti Tambahan Formulir Kejadian Khusus Se-Indonesia

Nasional
Tim Hukum Anies-Muhaimin Serahkan 35 Bukti Tambahan ke MK

Tim Hukum Anies-Muhaimin Serahkan 35 Bukti Tambahan ke MK

Nasional
PPP Siap Gabung, Demokrat Serahkan Keputusan ke Prabowo

PPP Siap Gabung, Demokrat Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
PDI-P Jaring Nama Potensial untuk Pilkada DKI 2024, yang Berminat Boleh Daftar

PDI-P Jaring Nama Potensial untuk Pilkada DKI 2024, yang Berminat Boleh Daftar

Nasional
Hasto Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Bukan untuk Intervensi MK

Hasto Sebut "Amicus Curiae" Megawati Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Iran Serang Israel, Jokowi Minta Menlu Retno Upayakan Diplomasi Tekan Eskalasi Konflik Timur Tengah

Iran Serang Israel, Jokowi Minta Menlu Retno Upayakan Diplomasi Tekan Eskalasi Konflik Timur Tengah

Nasional
Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah, Gubernur BI Pastikan Akan Ada Intervensi

Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah, Gubernur BI Pastikan Akan Ada Intervensi

Nasional
PDI-P Dukung PPP Lakukan Komunikasi Politik supaya 'Survive'

PDI-P Dukung PPP Lakukan Komunikasi Politik supaya "Survive"

Nasional
PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PAN: Jangan Cuma Bicara, tapi Akui Kemenangan 02

PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PAN: Jangan Cuma Bicara, tapi Akui Kemenangan 02

Nasional
Kesimpulan Tim Ganjar-Mahfud: Jokowi Lakukan Nepotisme dalam 3 Skema

Kesimpulan Tim Ganjar-Mahfud: Jokowi Lakukan Nepotisme dalam 3 Skema

Nasional
Diduga Terima Gratifikasi Rp 10 M, Eko Darmanto Segera Disidang

Diduga Terima Gratifikasi Rp 10 M, Eko Darmanto Segera Disidang

Nasional
PKB Sebut Prabowo dan Cak Imin Belum Bertemu Setelah Pilpres 2024

PKB Sebut Prabowo dan Cak Imin Belum Bertemu Setelah Pilpres 2024

Nasional
Megawati Serahkan 'Amicus Curiae' Terkait Sengketa Pilpres, Harap MK Mengetuk 'Palu Emas'

Megawati Serahkan "Amicus Curiae" Terkait Sengketa Pilpres, Harap MK Mengetuk "Palu Emas"

Nasional
PKB Baru Tentukan Langkah Politik Setelah Putusan MK soal Sengketa Pilpres

PKB Baru Tentukan Langkah Politik Setelah Putusan MK soal Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com