Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"PDI-P, Kau yang Mulai, Kau yang Mengakhiri..."

Kompas.com - 09/10/2015, 08:32 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menilai, revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diajukan enam fraksi telah mengkhianati revolusi mental dan Nawacita yang digaungkan Presiden Joko Widodo. Lima dari enam fraksi pengusul berasal dari Koalisi Indonesia Hebat.

Menurut Petrus, poin-poin yang direvisi sama sekali tak berorientasi pada penguatan sektor pemberantasan korupsi, sesuai janji Nawacita Jokowi-Jusuf Kalla. Hampir semua poin revisi cenderung membatasi kewenangan KPK. Ia khawatir, revisi menjadi langkah awal upaya pembubaran lembaga anti-korupsi itu.

"Rencana fraksi-fraksi merevisi UU KPK sangat memilukan hati masyarakat karena enam parpol itu pada waktu pilpres sampai saat ini menggebu-gebu untuk mengusung program revolusi mental dan Nawacita. Artinya apa? Enam fraksi pendukung revisi UU KPK itu berkhianat," ujar Petrus melalui keterangan tertulis, Jumat (9/10/2015).

Keenam fraksi pendukung revisi UU KPK itu adalah Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Nasional Demokrat, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar).

Hanya Partai Golkar yang bukan parpol pendukung pemerintah. Menurut dia, yang paling dipertanyakan adalah PDI Perjuangan.

"Sikap fraksi-fraksi di DPR yang dimotori oleh PDI-P itu jadi mengingatkan kita pada lirik lagu dangdut Rhoma Irama pada tahun 1970-an, yaitu 'Kau yang mulai, kau yang mengakhiri' dan 'Kau yang berjanji, kau yang mengingkari'," lanjut Petrus.

Ia menduga, pelemahan pada sektor pemberantasan korupsi dan pembubaran KPK adalah "agenda tersembunyi". Petrus mengatakan, sejumlah peristiwa yang terjadi pada KPK adalah bagian dari agenda tersebut. Revisi UU KPK yang terus didorong oleh parpol-parpol itu dinilainya semakin menunjukkan sikap tak propemberantasan korupsi.

"Sekarang, ketika KPK sudah berhasil diperlemah oleh kekuatan yang dimotori PDI-P dengan kriminalisasi pimpinan KPK, giliran KPK akan diamputasi total melalui kekuatan parlemen yang lagi-lagi dimotori PDI-P. Inilah bagian kekuatan destruktif PDI-P ketika sedang berkuasa, tanpa mempertimbangkan suara keadilan di publik," ujar Petrus.

Sebelumnya, pada Selasa (6/10/2015) lalu, melalui rapat Badan Legislasi DPR, enam fraksi mengusulkan perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Keenam fraksi itu adalah Fraksi PDI-P, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi PPP, Fraksi Partai Hanura, Fraksi PKB, dan Fraksi Partai Golkar.

Beberapa poin revisi yang menjadi perhatian publik, antara lain, KPK diusulkan tidak lagi menyelidik dan menyidik perkara korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum. KPK juga dilarang menangani perkara dengan nilai kerugian negara di bawah Rp 50 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com