Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Pasal-pasal Draf RUU KPK yang Dianggap Bikin KPK "Ompong"

Kompas.com - 07/10/2015, 18:03 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi secara tegas menolak isi draf revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang diajukan oleh enam fraksi di DPR RI. Pimpinan sementara KPK, Indriyanto Seno Adji, mengatakan bahwa ada sejumlah pasal dalam draf tersebut yang justru "melumpuhkan" KPK.

"Memang RUU yang berubah ini pasal-pasalnya untuk 'mengamputasi' kewenangan KPK," ujar Indriyanto di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/10/2015).

Indriyanto menyebutkan, dalam Pasal 14, disebutkan bahwa kewenangan penyadapan harus seizin pengadilan. KPK merupakan lembaga khusus yang juga memiliki kewenangan khusus, salah satunya melakukan penyadapan tanpa harus seizin pengadilan. Kewenangan penyadapan KPK pun legal dan diatur dalam undang-undang.

"Kalau dalam revisi UU versi DPR jelas-jelas bertentangan sekali dengan lembaga kekhususan KPK, artinya menghilangkan kewenangan untuk melakukan apa yang dinamakan penyadapan," kata Indriyanto.

Dalam Pasal 42 pada draf revisi, dinyatakan bahwa KPK berwenang mengeluarkan surat perintah penyidikan (SP3) untuk kasus korupsi yang ditanganinya. Adapun dalam undang-undang yang berlaku saat ini, KPK tidak diatur mengeluarkan SP3 karena dua alat bukti yang cukup sudah didapatkan di tahap penyelidikan.

Pasal 45 dalam draf RUU KPK menyebutkan bahwa penyelidik yang diangkat dan diberhentikan harus berdasarkan usulan Polri dan kejaksaan. Adapun Pasal 49 mengatur bahwa penyitaan harus dilakukan dengan seizin pengadilan. Jika kewenangan itu dibatasi, kata Indriyanto, maka bisa hilang alat bukti yang diperlukan KPK.

"Pasal-pasal ini yang 'mengamputasi' kewenangan KPK. Bukan gigi hilang, tetapi ompong melompong," kata Indriyanto.

Indriyanto juga menyoroti Pasal 52 pada revisi tersebut, yang dianggapnya dapat menghilangkan fungsi koordinasi supervisi yang dijalin KPK dengan kejaksaan dan Polri. Pasal itu menyebutkan, jika KPK melakukan penyidikan lebih dahulu daripada Polri dan kejaksaan, KPK wajib melaporkannya ke dua instansi tersebut.

Indriyanto juga mengkritik Pasal 53 dalam draf tersebut. Di pasal tersebut, kewenangan penuntutan hanya dilakukan oleh kejaksaan, bukan KPK. Adapun lembaga antirasuah itu hanya diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan.

"Jadi, dibuat separation of power, kalau dengan one roof system untuk lembaga trigger harus tetap terintegrasi. Ini baru pertama dilakukan di Indonesia melalui beberapa anggota DPR," kata dia.

Terakhir, Indriyanto menyesalkan kemunculan Pasal 5 dan Pasal 73, yang mengatur usia KPK hanya 12 tahun setelah UU itu diundangkan. Menurut Indriyanto, lembaga ad hoc dibentuk bukan berdasarkan durasi, melainkan kondisi lembaga tersebut masih dibutuhkan. Ia menganggap KPK masih dibutuhkan karena korupsi di Indonesia belum hilang sama sekali.

"Kalau pasal-pasal ini tetap ada, lebih baik KPK dibubarkan saja. Jangan sekali-sekali lembaga trigger ini 'diamputasi' kita akan menempuh langkah-langkah yang secara hukum dibenarkan," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 28 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 28 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
'Checks and Balances' terhadap Pemerintahan Dinilai Lemah jika PDI-P Gabung Koalisi Prabowo

"Checks and Balances" terhadap Pemerintahan Dinilai Lemah jika PDI-P Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Berikut Daftar Koalisi Terbaru Indonesia Maju

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Berikut Daftar Koalisi Terbaru Indonesia Maju

Nasional
PKS Temui PKB Bahas Potensi Kerja Sama untuk Pilkada 2024, Jateng dan Jatim Disebut

PKS Temui PKB Bahas Potensi Kerja Sama untuk Pilkada 2024, Jateng dan Jatim Disebut

Nasional
Dilaporkan ke Dewas, Wakil Ketua KPK Bantah Tekan Pihak Kementan untuk Mutasi Pegawai

Dilaporkan ke Dewas, Wakil Ketua KPK Bantah Tekan Pihak Kementan untuk Mutasi Pegawai

Nasional
Lantik Sekjen Wantannas, Menko Polhukam Hadi Ingatkan Situasi Keamanan Dunia yang Tidak Pasti

Lantik Sekjen Wantannas, Menko Polhukam Hadi Ingatkan Situasi Keamanan Dunia yang Tidak Pasti

Nasional
Dudung Abdurahman Datangi Rumah Prabowo Malam-malam, Mengaku Hanya Makan Bareng

Dudung Abdurahman Datangi Rumah Prabowo Malam-malam, Mengaku Hanya Makan Bareng

Nasional
Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Nasional
Logo dan Tema Hardiknas 2024

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com