"Pembelajaran pembelajaran dari peristiwa itu adalah agar jangan sampai ada pemberontakan pemerintahan yang sah karena pasti akan menimbulkan konflik horizontal dan luka berkepanjangan," kata Nusron, di Jakarta, Rabu (30/9/2015).
Nusron mengatakan, memaafkan satu sama lain bukan berarti melupakan. Menurut dia, kekerasan untuk mencapai tujuan tertentu, apalagi politik, jangan sampai terulang.
"Kita tidak bisa melihat kejadian masa lalu dengan kaca mata dan perspektif sosiologis hari ini. Kita butuh kearifan zaman," kata Nusron.
Nusron menilai, membincangkan pihak yang salah dan benar, apalagi membawa ke Mahkamah International tidak memiliki kearifan zaman. Sekarang ini, lanjut dia, saatnya melihat masa depan dan menjadikan masa lalu sebagai proses pembelajaran perjalanan dan proses pematangan bangsa Indonesia.
"Toh, saat ini mayoritas keluarga korban PKI yang dulu musuhan dengan NU banyak yang jadi aktivis NU. Malah lebih rajin ibadah daripada yang bapaknya NU," katanya.
Karena itu, Nusron berpendapat, negara tidak perlu minta maaf. Dia menyarankan agar pemerintah membiarkan pelaku saling memaafkan secara alamiah dan hidup berdampingan.
"PKI juga harus minta maaf atas perilaku makar dan kekerasan yang dilakukan. Ini tragedi kemanusiaan," kata Nusron.
Dia menambahkan, jangan hanya menuntut Negara untuk minta maaf dan membawa persoalan ke Mahkamah Internasional. Menurut dia, orang-orang sipil tersebut sama-sama menjadi korban kekerasan kemanusiaan.
"Jadi, jangan hanya menempatkan seakan-akan PKI menjadi korban. Dia juga pelaku dan korban, sama dengan yang lain, yaitu pelaku sekaligus korban. Itulah sejarah," katanya.
Lebih lanjut, Nusron justru menyoroti bahwa saat ini potensi radikalisasi tidak datang dari PKI. Tetapi justru dari konflik antar muslim di Timur Tengah. Wahabi-Syi'ah dan Sunni alias pertarungan segi tiga.
"Justru ini yang harus diwaspadai. Juga penyakit korupsi yang akut. Komunisme itu bayang-bayang saja. Tapi tetap waspada," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.