JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Mahkamah Konstitusi terkait calon tunggal di pilkada menimbulkan persoalan baru. Setelah Komisi Pemilihan Umum membatalkan penundaan penyelenggaraan di tiga wilayah, kini lembaga penyelenggara pemilu itu dihadapkan pada persoalan ketersediaan waktu pelaksanaan.
"Apakah tiga kabupaten/kota siap melaksanakan pilkada dalam waktu yang mepet?" kata Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy di Kompleks Parlemen, Rabu (30/9/2015).
Menurut Lukman, KPU perlu membuat peraturan baru sebagai penjabaran putusan tersebut. Peraturan itu diharapkan dapat mengakomodir seluruh tahapan pemilu yang ada hak calon yang dipangkas, mulai dari kampanye hingga distribusi logistik.
"Kami beri waktu KPU seminggu untuk menyusun peraturan tersebut. Minggu depan kita akan membahasnya," ujarnya.
Mahkamah Konstitusi menetapkan norma baru dalam mekanisme pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal. MK mengatur bahwa pemilihan calon tunggal dilakukan menggunakan kolom "setuju" dan "tidak setuju". (Baca: MK Putuskan Calon Tunggal Tetap Mengikuti Pilkada Serentak)
Menurut MK, pemilihan melalui kolom "setuju" dan "tidak setuju" bertujuan memberikan hak masyarakat untuk memilih calon kepala daerahnya sendiri. Sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam demokrasi, masyarakat diberikan hak untuk mengikuti pemilihan, termasuk untuk memilih menunda pemilihan. (Baca:MK: Calon Tunggal Dipilih Melalui Kolom "Setuju" dan "Tidak Setuju")
Apabila yang memilih kolom "setuju" lebih banyak, calon tunggal itu ditetapkan sebagai kepala daerah. Tetapi, jika lebih banyak yang memilih "tidak setuju", maka pelaksanaan pilkada di daerah tersebut akan ditunda hingga pilkada pada periode selanjutnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.