Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beda Pendapat, Hakim Patrialis Akbar Nilai Pilkada Bukan Referendum

Kompas.com - 29/09/2015, 18:07 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Konstitusi Patrialis Akbar menjadi satu-satunya hakim yang berbeda pendapat dalam putusan Mahkamah Konstitusi mengenai calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah. Patrialis memiliki beberapa pandangan yang menolak mengesahkan pelaksanaan pilkada dengan calon tunggal.

"Pada dasarnya prinsip dasar pemilu dalam pilkada yaitu langsung, umum, bebas, jujur, rahasia dan adil serta demokratis. Bila ditinjau dari rumusan makna tersebut, dalam undang-undang, syarat minimal dua pasangan calon sudah tepat," ujar Patrialis saat membacakan dissenting opinion dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (29/9/2015).

Menurut Patrialis, pemilihan untuk memilih kepala daerah adalah subjek hukum, di mana subjek hukum tersebut adalah orang-orang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan perundang-undangan. Oleh karena itu, calon kepala daerah sebagai subjek hukum tidak dapat disandingkan dengan non-subjek hukum, seperti kolom setuju atau tidak setuju seperti dalam refrendum.

Menurut dia, pilkada bukanlah referendum, tetapi suatu kontestasi berupa pemilihan dari beberapa pilihan. Selain itu, ia mengkhawatirkan akan terjadi penyelundupan hukum jika calon tunggal tetap dibenarkan. Misalnya, terjadi liberalisasi oleh para pemilik modal untuk membeli partai politik, sehingga hanya ada satu calon saja.

Kemudian, meski keadaan calon tunggal sering terjadi karena pengaruh petahana yang besar dan sulit dikalahkan, menurut Patrialis, hal itu justru memberikan pendidikan bagi partai politik. Partai politik ditantang untuk lebih serius dalam merekrut calon pemimpin yang berkualitas.

"Perkiraan bahwa petahana sulit dikalahkan hanya sebuah asumsi. Tidak tertutup ketokohan masyarakat dapat mengalahi petahana," kata Patrialis.

Selain itu, apabila dibenarkan adanya calon tunggal, ia berpendapat bahwa MK terlalu jauh masuk pada kewenangan pembentuk undang-undang. Berkaitan dengan tidak adanya jalan keluar jika terjadi hanya ada satu pasangan calon,  pembuat undang-undang sebenarnya telah mengatur bahwa hal itu diselesaikan melalui penundaan pelaksanaan pilkada. Adapun, tanggung jawab untuk memenuhi pasangan calon berada pada partai politik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com