JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar komunikasi politik Effendi Gazali optimistis Mahkamah Konstitusi akan menghilangkan diskriminasi terkait syarat calon tunggal dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak. Putusan MK diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi daerah dengan satu pasangan calon kepala daerah.
"Uji materi ini menunjukkan bahwa ini masalah NKRI, bukan hanya masalah di beberapa daerah yang kebetulan pasangan calonnya terkenal. Seperti sekarang, masalah kota Surabaya boleh dibilang hampir selesai, tapi masih ada kabupaten lain yang hanya punya calon tunggal," ujar Effendi kepada Kompas.com, Selasa (29/9/2015).
Menurut dia, keputusan MK hari ini diharapkan berguna sebagai pedoman Pilkada serentak pada gelombang berikutnya, yang akan digelar pada 2017 dan 2018. Salah satu poin pentingnya, keputusan MK diharapkan memberikan kepastian hukum dan menghilangkan diskriminasi dalam hak memilih. (baca: Hari Ini, MK Putuskan Uji Materi Calon Tunggal dalam Pilkada)
Effendi mengajukan uji materi Pasal 49 ayat (8) dan ayat (9), Pasal 50 ayat (8) dan ayat (9), Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (2), Pasal 54 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
Pada intinya, para pemohon merasa hak konstitusional pemilih dirugikan apabila pemilihan kepala daerah serentak di suatu daerah mengalami penundaan hingga 2017. Pasalnya, UU Pilkada mengatur bahwa syarat minimal pelaksanaan pilkada harus diikuti oleh dua pasangan calon kepala daerah.
Menurut Effendi, pelambatan pembangunan akibat penundaan pilkada di beberapa daerah akan merugikan semua warga negara. Tidak adanya kepala daerah definitif membuat kebijakan pembangunan tidak dapat berjalan secara efektif.
"Misalnya, dalam pembangunan infrastruktur yang sedang digiatkan. Pembangunan pelabuhan dan bendungan serta jalan tol di Tasikmalaya, misalnya, telah kami tunjukkan di persidangan di MK. Kalau itu semua tertunda, akan merugikan seluruh warga negara yang nanti akan memanfaatkan infrastruktur," kata Effendi.
Saat ini, ada tiga daerah yang memiliki calon kepala daerah tidak lebih dari satu pasangan. Daerah itu adalah Kabupaten Blitar, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Timor Tengah Utara di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Presiden Joko Widodo sebelumnya menolak menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mengatasi daerah yang tidak bisa menggelar pilkada serentak pada 2015 karena tidak memiliki lebih dari satu pasang calon. Pemerintah memilih menjalankan UU yang ada. (Baca: Wapres Tegaskan Takkan Ada Perppu Pilkada)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.