JAKARTA, KOMPAS.com – Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai bahwa putusan MK terkait perubahan prosedur perizinan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum untuk melakukan pemeriksaan terhadap anggota DPR tidak akan melemahkan kemampuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Izin itu tidak berlaku untuk tiga hal. Pertama, untuk tindak pidana yang tertangkap tangan, kedua untuk tindak pidana dengan hukuman mati atau hukuman seumur hidup, atau untuk tindak pidana kejahatan kemanusiaan,” kata Refly saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (23/9/2015).
Refly menuturkan, KPK memiliki undang-undang khusus yang membuat langkah KPK tidak akan terhambat dalam melakukan penindakan hukum terhadap para pejabat publik, khususnya anggota Dewan yang terlibat dalam kasus korupsi.
“UU tersebut (UU KPK) menjelaskan semua izin tidak diperlukan dalam melakukan pemeriksaan terhadap pejabat publik yang melakukan tindak pidana korupsi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Refly menilai dampak putusan MK ini tidak akan berdampak parah terhadap keberadaan KPK. Ia mengakui bahwa masyarakat khawatir akan putusan MK ini yang memunculkan kesan bahwa DPR bisa menjadi bunker bagi para koruptor untuk melindungi diri.
“Mudah-mudahan para anggota DPR tidak bersenang sendiri dulu dengan putusan ini, karena mereka sebenarnya tidak bebas juga,” kata
Refly. Refly juga menjelaskan bahwa putusan MK tidak berlaku untuk tindak pidana khusus seperti korupsi, terorisme, kejahatan narkotika, kejahatan kemanusiaan, dan kejahatan perbankan yang memerlukan penindakan hukum secara cepat. “Dengan demikian semua aparat penegakan hukum bisa langsung melakukan penyidikan kepada siapapun,” ujar Refly.
MK memutuskan penegak hukum harus mendapat izin presiden jika ingin memeriksa anggota DPR. Dengan demikian, tak berlaku lagi aturan yang menyebut bahwa pemberian izin memeriksa anggota DPR berasal dari Mahkamah Kehormatan Dewan.
Tidak hanya anggota DPR, MK dalam putusannya juga memberlakukan hal yang sama terhadap anggota MPR dan DPD. Ketentuan yang sama berlaku untuk pemeriksaan terhadap anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota. Bedanya, izin untuk anggota DPRD provinsi harus dikeluarkan oleh menteri dalam negeri, sedangkan izin untuk anggota DPRD kabupaten/kota dikeluarkan oleh gubernur.
Izin tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum yang memadai dan bersifat khusus bagi anggota legislatif dalam melaksanakan fungsi dan hak konstitusionalnya. MK mengabulkan permohonan Perkumpulan Masyarakat Pembaruan Peradilan Pidana yang menguji Pasal 245 Ayat (1) UU MD3.
Pasal itu mengatur pemanggilan dan permintaan keterangan oleh penyidik terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari MKD.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.