Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara dalam Deforestasi

Kompas.com - 22/09/2015, 18:00 WIB

Oleh: Heru Prasetyo

JAKARTA, KOMPAS - Deforestasi sudah SOS. Diperparah dengan ”penyakit menahun” kabut asap akibat pembakaran hutan dan lahan, kita seperti bukan bangsa pembelajar.

Problem yang menaik sejak awal Orde Baru itu selalu berulang dan kini makin memburuk. Kajian komprehensif Lembaga Forest Watch Indonesia dan Global Forest Watch pada 2001 menyimpulkan, tutupan hutan Indonesia yang pada 1950 masih 162 juta hektar telah menyusut drastis lebih dari separuhnya, yakni menjadi sekitar 98 juta hektar, pada akhir 1990-an.

Bersamanya, turut susut pula harta karun hayati Indonesia yang tiada tepermanai. Bayangkan, Indonesia, yang luas daratannya hanya 1,3 persen dari seluruh daratan dunia, diyakini memiliki 16 persen dari semua jenis burung, 10 persen dari semua jenis mamalia, dan 11 persen dari seluruh spesies tumbuhan di dunia. Posisinya yang menjembatani ekosistem Asia dan Australia—keunikan yang mencengangkan naturalis masyhur asal Britania Raya, Alfred Russel Wallace (1823-1913)—membuat keanekaragaman hayati dan nonhayati Indonesia tiada duanya.

Penistaan yang legal

Deforestasi menggerus kekayaan negeri ini dengan kecepatan jauh melampaui pertumbuhan kesejahteraan rakyatnya. Rerata pendapatan per kapita yang baru menyentuh 4.000 dollar AS per tahun jelas njomplang dengan modal sumber daya alam yang dikorbankan.

Seiring waktu, deforestasi mendahsyat. Sebagian legal karena memang sudah direncanakan. Sebagian lagi ilegal sebagai aksi reaktif individu atau kelompok. Yang ilegal hampir pasti ilegal, yang legal belum pasti legal.

Warga setempat, baik masyarakat adat maupun masyarakat tempatan, hampir seluruhnya pernah mengenyam pahit-getirnya penistaan. Penistaan terjadi justru tatkala pemerintah melegalkan perambahan hebat atas hutan yang kebanyakan hanya menguntungkan segelintir pelaku ekonomi. Wajah deforestasi makin babak belur.

Pemerintah, yang oleh UUD 1945 diamanati melakukan penjagaan terhadap kekayaan alam demi sebesar-besar kemakmuran rakyat, sayangnya secara umum bertindak inefektif, atau setidaknya inefisien. Di ranah kebijakan, kelembagaan, kapabilitas, implementasi, hingga relasi kontraktual dengan pelbagai pihak, banyak kebijakan sesaat yang jadi "ketelanjuran yang merugikan bangsa". Semua berkontribusi dalam mengonstruksi basis berpikir kita mengenai narasi perubahan untuk menyelamatkan masa depan bangsa.

Kita perlu menghentikan proses deforestasi, melindungi tegakan dan keanekaragaman hayati di dalamnya, serta memperbaiki kerusakan yang telanjur terjadi. Secara simultan, kita manfaatkan lahan korban ketelanjuran itu guna menunjang pembangunan yang harus lebih adil, bermartabat, dan sesuai amanat konstitusi. Proses, kebijakan, implementasi, dan kendaliannya harus mengindahkan hal-hal itu secara komprehensif dan serempak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

Nasional
Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

Nasional
Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Nasional
Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Nasional
Mardiono Jajaki Pertemuan dengan Prabowo Setelah Putusan MK

Mardiono Jajaki Pertemuan dengan Prabowo Setelah Putusan MK

Nasional
Mardiono Sebut Ada Ajakan Informal dari PAN dan Golkar Gabung ke Koalisi Prabowo-Gibran

Mardiono Sebut Ada Ajakan Informal dari PAN dan Golkar Gabung ke Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Jokowi Bertemu Bos Apple di Istana Besok Pagi, Akan Bahas Investasi

Jokowi Bertemu Bos Apple di Istana Besok Pagi, Akan Bahas Investasi

Nasional
Otto Hasibuan Sebut Kubu Anies dan Ganjar Tak Mau Tahu dengan Hukum Acara MK

Otto Hasibuan Sebut Kubu Anies dan Ganjar Tak Mau Tahu dengan Hukum Acara MK

Nasional
Sekjen PDI-P Ungkap Bupati Banyuwangi Diintimidasi, Diperiksa Polisi 6 Jam

Sekjen PDI-P Ungkap Bupati Banyuwangi Diintimidasi, Diperiksa Polisi 6 Jam

Nasional
Menteri ESDM Jelaskan Dampak Konflik Iran-Israel ke Harga BBM, Bisa Naik Luar Biasa

Menteri ESDM Jelaskan Dampak Konflik Iran-Israel ke Harga BBM, Bisa Naik Luar Biasa

Nasional
Jawab PAN, Mardiono Bilang PPP Sudah Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Jawab PAN, Mardiono Bilang PPP Sudah Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com