JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua menyarankan agar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tetap memuat kodifikasi (pembukuan jenis-jenis hukum dalam satu kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap) mengenai pidana khusus. Namun, ia menyarankan agar kodifikasi dilakukan secara terbatas.
"Untuk ada payungnya (hukum), maka diberlakukan satu pasal saja. Bunyinya, untuk tindak pidana khusus maka ditangani menggunakan undang-undang khusus," ujar Abdullah, saat ditemui seusai memberikan pemaparan materi soal pemberantasan korupsi di Universitas Al Azhar, Jakarta, Selasa (22/9/2015).
Dengan demikian, pengaturan di dalam KUHP tidak menghilangkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Pencucian Uang, hingga Undang-Undang Terorisme yang termasuk dalam kategori pidana khusus.
Tidak hanya itu, dengan pengaturan pasal yang sesuai, kewenangan lembaga penegak hukum seperti KPK yang biasa menangani masalah tindak pidana khusus, tidak akan dihilangkan.
Sebelumnya, aktivis antikorupsi mengkhawatirkan kewenangan KPK dan Kejaksaan dalam menangani kasus-kasus korupsi berpotensi hilang jika rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sudah disahkan. Sebab, beberapa pasal dalam rancangan KUHP tersebut mengatur tentang pasal tindak pidana korupsi dan pasal mengenai tindak pidana pencucian uang.
Dengan dimasukannya Undang-Undang Tipikor dalam KUHP, dikhawatirkan KPK tidak lagi dapat menyidik kasus-kasus korupsi. Sebab, ketentuan dalam KUHP termasuk dalam kategori tindak pidana umum, yang pelaksanaannya dilakukan oleh kepolisian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.