Oleh: Abdillah Toha
JAKARTA, KOMPAS - Kunjungan Ketua DPRSetya Novanto dan wakilnya Fadli Zon beserta rombongan baru-baru ini ke Amerika Serikat menarik perhatian khalayak.
Bukan saja karena besarnya rombongan dan biaya yang ditanggung rakyat Rp 4,5 miliar lebih, melainkan juga kiprah mereka di sana yang membawa nama terhormat lembaga demokrasi kita, Dewan Perwakilan Rakyat.
Karena sudah banyak dikomentari di media daring ataupun laring, tak perlu diulas panjang lagi di sini bahwa jangankan anggota legislatif, pemerintah pun tak berhak campur tangan dalam urusan negeri lain. Apalagi ikut memberi kesan mendukung parpol atau politisi tertentu di negeri orang. Kemunculan Ketua dan Wakil Ketua DPR di arena kampanye capres AS sudah melanggar etika dan sopan santun pergaulan internasional. Apalagi nama bangsa ini dikesankan sebagai penyokong capres tertentu. Apa semua itu bagian dari tugas diplomasi DPR? Jelas tidak.
Diplomasi sama sekali bukan tugas utama DPR. Semua kita tahu fungsi utama DPR adalah membuat undang-undang, mengesahkan anggaran, dan mengawasi pemerintah. Berdasarkan UUD 1945, dalam hal yang berhubungan dengan luar negeri, DPR memberikan pertimbangan kepada presiden tentang pengangkatan duta besar RI untuk negara lain dan penerimaan duta besar negara lain untuk Indonesia serta mengesahkan atau menolak perjanjian internasional yang dibuat oleh presiden.
Hubungan luar negeri DPR
Masalah yang sering diidap DPR dalam alam demokrasi kita yang masih muda salah satunya adalah kekurangpahaman anggota, termasuk pimpinannya, tentang jenis dan batas kewenangan dan fungsi DPR. Khusus dalam hubungan luar negeri, apa yang sering kurang dimengerti oleh anggota dan pimpinan DPR?
Pertama, DPR memang tak dilarang membina hubungan luar negeri, tetapi pada dasarnya hubungan itu dibatasi pada tingkat parlemen ke parlemen. Hubungan DPR dengan pihak eksekutif negara lain selayaknya tak dilakukan tanpa koordinasi, bimbingan, dan sepengetahuan kementerian luar negeri. Ini untuk menghindari terjadinya dualisme diplomasi kita.
Kedua, kesepakatan apa pun dalam bentuk perjanjian, memorandum of understanding (MOU) atau dalam format lain antara DPR dan parlemen atau pihak-pihak lain di luar negeri, bersifat tidak mengikat (non binding), baik kepada DPR maupun pemerintah. Di sini termasuk juga segala macam resolusi-resolusi yang disahkan dalam forum-forum antarparlemen.
Ketiga, DPR adalah kumpulan dari fraksi-fraksi yang mewakili beragam partai politik. Karena itu, dalam kunjungan ke luar negeri ataupun dalam kegiatan lain yang berhubungan dengan luar negeri, delegasi DPR harus merepresentasikan setiap fraksi secara proporsional.