Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uji Materi Penerbitan SIM oleh Polri, Saksi Keluhkan Sulitnya Membuat SIM D

Kompas.com - 16/09/2015, 14:08 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Mahkamah Konstitusi menggelar sidang uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalanan (UU LLAJ). Agenda sidang mendengarkan keterangan ahli atau saksi pemohon dalam gugatan kewenangan Polri mengeluarkan surat izin mengemudi (SIM).

Pemohon menghadirkan satu orang saksi, yakni Koesbandono. Koesbandono pernah mengajukan permohonan pembuatan SIM golongan D untuk kaum difabel ke Polres Kabupaten Tuban. Namun, permohonan itu ditolak, antara lain karena belum ada petunjuk dari polda setempat.

"Alasan pertama tidak boleh karena belum ada pengajuan. Alasan kedua, belum ada petunjuk pelaksana teknis," kata Koesbandono saat menjawab pertanyaan pemohon.

Dia mengatakan, beberapa rekannya di Jember, Jawa Timur, tidak dipersulit dalam pembuatan SIM D. Menurut dia, peraturan mengenai pembuatan SIM untuk kaum difabel telah diatur oleh undang-undang.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Polri Brigjen (Pol) Sam Budigusdian sebagai pihak terkait menjelaskan bahwa sudah ada regulasi yang mengatur tentang pemuatan SIM D bagi penyandang cacat dan petunjuknya pun sudah jelas.

"Sudah diatur di undang-undang maupun perkap (peraturan Kapolri) dan memang SIM itu kan diuji. Ada uji kesehatan karena SIM berkaitan dengan keselamatan diri dan orang lain. Berkaitan dengan lalu lintas," ujar Sam saat ditemui usai sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (16/9/2015).

Sam memaparkan bahwa ketentuan tersebut telah disebutkan pada Pasal 80 Huruf e UU LLAJ bahwa penyandang cacat dapat memohon SIM Golongan D dengan beberapa syarat, seperti yang dituangkan dalam Pasal 35 Perkap Nomor 9, antara lain syarat sehat jasmani. Sehat fisik dan perawakan bagi penyandang cacat, menurut Sam, diukur dari penilaian bahwa kecacatannya tidak menghalangi peserta uji untuk mengendarai kendaraan bermotor khusus.

"Bukan berarti polisi tidak pernah mengeluarkan SIM D. Polda Metro Jaya saja sudah mengeluarkan 3.000 lebih. Kita tidak ada diskriminasi," kata dia.

Dalam sidang, majelis hakim sempat menegur kuasa hukum pemohon karena bersikeras menghadirkan tujuh orang saksi ahli untuk memperkaya keterangan.

"Keterangan saksi itu tidak ditunjukkan dari jumlah, kuantitasnya tapi dari kualitas kesaksiannya yang berhubungan dengan permohonan. Sodara hari ini tidak bisa (menghadirkan saksi ahli), ini kesalahan pada pemohon bukan pada persidangan," kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat.

Pemohon dalam perkara ini meminta Mahkamah Konstitusi membatalkan kewenangan Kepolisian Negara RI untuk meregistrasi dan mengidentifikasi kendaraan bermotor serta kewenangan menerbitkan SIM. Hal itu tidak sesuai dengan maksud konstitusi karena tugas utama Polri adalah melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. Polri tidak seharusnya mengurus persoalan teknis seperti itu.

Permohonan judicial review tersebut diajukan oleh Alissa Q Munawaroh Rahman, Hari Kurniawan, Malang Corruption Watch yang diwakili Ketua Badan Pengurus Lutfi J Kurniawan, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia yang diwakili Ketua Badang Pengurus Alvon Kurnia Palma, dan Pengurus Pusat Pemda Muhammadiyah yang diwakili Ketua Umum Dahnil Anzhar.

Mereka mempersoalkan Pasal 15 Ayat (2) Huruf b UU Kepolisian dan Pasal 64 Ayat (4) dan (6), Pasal 67 Ayat (3), Pasal 68 Ayat (6), Pasal 69 Ayat (2) dan (3), Pasal 72 Ayat (1) dan (3), Pasal 75, Pasal 85 Ayat (5), Pasal 87 Ayat (2), dan Pasal 88 UU LLAJ. Pasal-pasal ini memang menjadi dasar polisi menyelenggarakan registrasi, identifikasi, dan penerbitan SIM. Namun, sejumlah pasal itu dinilai bertentangan dengan Pasal 30 Ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945. (Baca Kewenangan Polri Terbitkan SIM Digugat di MK)

Sidang berikutnya akan dilaksanakan pada Kamis (1/10/2015) pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan empat orang ahli dan menyampaikan keterangkan tertulis dari tiga orang ahli.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com