"Masa anggota DPR pergi studi banding, sifatnya terlalu teknis itu pekerjaan staf," kata Jimly, saat mengisi Konferensi Nasional Hukum Tata Negara ke-2 oleh Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, di Padang, Sumatera Barat, Kamis (10/9/2015).
Jimly menilai, pemimpin politik terutama anggota DPR kurang tepat melakukan studi banding karena sifat pekerjaannya terlalu teknis.
"Untuk apa pemimpin politik melakukan studi banding, kalau ingin mencari tahu sesuatu dapat dilakukan di pustaka dan itu juga dapat dilaksanakan oleh staf," ujar dia.
Jika DPR butuh kajian strategis, lanjut Jimly, tidak harus studi banding karena hal itu dapat diatasi melalui kerja sama dengan perguruan tinggi. Di negara maju, fungsi pemimpin politik bukan mengurus hal sepele, tetapi lebih pada memimpin dan menyusun hal strategis.
"Tidak ada pemimpin politik harus rapat dan membahas sesuatu sampai pukul lima pagi, itu kerja staf," kata Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ini.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Irman Gusman setuju dengan pendapat Jimly yang mengatakan studi banding cukup dilaksanakan oleh staf.
"Saya setuju studi banding dilakukan oleh staf, selama ini kita sering terjebak anggota legislatif harus terlibat sampai tingkat teknis, ujar Irman.
Namun, jika ada anggota legislatif yang ke luar negeri sebaiknya kunjungan kerja dalam rangka membangun hubungan antara negara dan antarparlemen, bukan melakukan studi banding.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.