Pada halaman 50 laporan tersebut, dijelaskan, perpustakaan yang akan dibangun dan dikembangkan oleh DPR nantinya tidak hanya untuk kebutuhan DPR, tetapi juga untuk masyarakat luas. Sebab, perpustakaan tersebut berkonsep knowledge center atau pusat pengetahuan. Perpustakaan itu akan menyimpan koleksi buku dan koleksi digital, serta arsip dan dokumentasi. (Baca: Fitra: Potensi "Mark Up" 7 Proyek DPR Sangat Tinggi)
"Minimal menampung 1 juta koleksi," demikian tertulis dalam laporan tersebut.
Perpustakaan tersebut berkapasitas 200 pengunjung, serta dilengkapi jaringan hotspot, ruang baca manual dan digital untuk menambah kenyamanan para pengunjung. (Baca: Ketua Banggar: 7 Proyek DPR Butuh Anggaran Rp 2,7 Triliun)
"Selain mejadi sumber pengetahuan bagi anggota DPR RI dan unsur pendukungnya, perpustakaan DPR RI juga dapat dikembangkan menjadi pusat studi demokrasi Indonesia," masih mengutip laporan tersebut.
Renstra ini sudah dibahas dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa (1/9/2015) kemarin. Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR Dimyati Natakusuma membacakan inti dari dokumen renstra setebal 61 halaman tersebut. Tak ada satu pun anggota DPR yang protes atau menyatakan interupsi atas renstra ini.
Saat ini, DOR sebenarnya sudah memiliki perpustakaan di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen. Namun, saat Kompas.com berkunjung ke sana beberapa waktu lalu, perpustakaan tersebut sepi pengunjung.
Selain perpustakaan, DPR juga berencana membangun gedung untuk ruang kerja anggota, alun-alun demokrasi, museum dan perpustakaan, jalan akses bagi tamu ke Gedung DPR, visitor center, pembangunan ruang pusat kajian legislasi, serta integrasi kawasan tempat tinggal dan tempat kerja anggota DPR.
Anggaran untuk proyek tersebut mencapai Rp 2,7 triliun, yang akan dibiayai secara multiyears atau tahun jamak.