JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, kondisi perekonomian saat ini tidak bisa disamakan dengan 10 tahun lalu. Sebab, perekonomian dunia mengalami perkembangan sehingga faktor eksternal yang memengaruhi nilai tukar rupiah pun berbeda.
"Ada ukuran tentang daya beli. Ada ukuran tentang nominalnya. Ada ukuran perbedaan antara inflasi Indonesia dengan inflasi Amerika. Semuanya kalau itu berbeda-beda. Katakanlah daya beli, dulu 10 tahun lalu dengan satu dollar Anda bisa makan di warung padang, Rp 8.000, Rp 9.000, kan bisa kenyang 10 tahun lalu. Tetapi, sekarang, Anda tak bisa makan satu dollar di warung padang," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Selasa (25/8/2015).
Ia menanggapi pernyataan Presiden ke-6 Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono terkait pelemahan ekonomi. Melalui Twitter, SBY mengingatkan agar pemerintah mengambil pengalaman pemerintahan sebelumnya dalam mengatasi krisis ekonomi global 2008.
Menurut SBY, perekonomian nasional jatuh pada krisis 1998, tetapi bisa selamat melewati krisis global 2008. Sementara itu, Kalla menilai nominal rupiah saat ini dengan 10 tahun lalu berbeda.
"Kalau dulu, 15 tahun lalu, rupiah 16.000, sekarang 14.000 mendekati (15 tahun lalu), ya memang, tetapi itu 15 tahun lalu, beda nilainya," ucap Kalla.
Wapres juga memahami bahwa pemerintah tidak bisa menganggap enteng pelemahan ekonomi saat ini. Namun, menurut Kalla, pelemahan nilai tukar mata uang terhadap dollar AS tidak hanya terjadi di Indonesia. Bahkan, menurut dia, kondisi perekonomian Indonesia masih lebih baik dibandingkan dengan Malaysia. Daya beli masyarakat Indonesia masih sama dengan Tiongkok.
"Jadi, memang kita lemah kepada dollar karena dollar kuat, tetapi yang lainnya tidak karena dollar bukan satu-satunya pegangan dan ukuran. Yen juga ukuran. Yen dengan kita tak berubah tetap 1 sama dengan 120, sejak dulu gitu. Dengan yuan, dengan ringgit, dulu satu ringgit 3.000. Sekarang bisa kita lebih kuat perkembangannya dua bulan terakhir," tutur Kalla.
Sebelumnya, SBY juga menyampaikan perlunya dilakukan manajemen krisis. Ia meminta pemerintah jangan menganggap enteng dan jangan terlambat mengingat pasar dan pelaku ekonomi mulai cemas. (Baca: SBY Minta Jokowi Belajar dari Krisis Global 2008)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.