Selama Yayasan Supersemar berdiri, kata Titiek, beasiswa telah diberikan kepada 2.007.500 siswa dan mahasiswa. Sekitar 70 persen penerima beasiswa Supersemar adalah rektor universitas negeri.
"Mereka akan beri kesaksian betapa bermanfaatnya uang yang diberikan oleh Yayasan Supersemar itu. Banyak, yang menjadi menteri juga ada. Sekarang, Mensesneg (Menteri Sekretaris Negara) penerima beasiswa Supersemar," kata Titiek di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2015).
Saat dipertegas, Titiek membenarkan bahwa Mensesneg itu adalah Pratikno. (Baca: Titiek Soeharto: Yayasan Supersemar Sudah Bangkrut)
"Iya, bekas Rektor (Universitas) Gadjah Mada. Pokoknya rektor-rektor, banyaklah, menteri-menteri. Saya enggak hapal. Kemudian (jadi) gubernur, wali kota," katanya.
Titiek menjelaskan, Yayasan Supersemar didirikan oleh Presiden Soeharto pada 1974 untuk memberikan beasiswa pendidikan. Sumber dana yayasan tersebut adalah lima persen laba bank pemerintah dan sumbangan pihak swasta sesuai Peraturan Presiden Tahun 1976 yang diikuti dengan peraturan menteri keuangan saat itu. Perpres mengenai Yayasan Supersemar tersebut kemudian dicabut pada era reformasi.
Titiek menyebut bahwa Yayasan Supersemar hanya menerima Rp 309 miliar dari laba bank pemerintah dan sumbangan konglomerat. Sementara itu, anggaran yang dikeluarkan Yayasan Supersemar untuk beasiswa pendidikan mencapai Rp 504 miliar.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI itu mengatakan, beasiswa Supersemar banyak diberikan kepada pelajar cerdas dari keluarga kurang mampu. Para penerima beasiswa tersebut kini tergabung dalam Keluarga Besar Penerima Beasiswa Supersemar (KBPBS).
Ganti rugi Rp 4,389 triliun
MA sebelumnya telah mengeluarkan putusan atas permohonan kasasi yang diajukan Presiden RI, yang diwakili Jaksa Agung, atas tergugat I, yaitu mantan Presiden RI, HM Soeharto, dan tergugat II, yaitu Yayasan Supersemar. Namun, salah ketik nominal terjadi dalam putusan itu terkait angka ganti rugi yang harus dibayarkan tergugat.
Setelah diperbaiki dalam pemeriksaan peninjauan kembali (PK), Soeharto dan Yayasan Supersemar harus membayar 315 juta dollar Amerika Serikat dan Rp 139,2 miliar kepada negara. Apabila 1 dollar AS sama dengan Rp 13.500, maka uang yang dibayarkan mencapai Rp 4,25 triliun ditambah Rp 139,2 miliar atau semuanya menjadi Rp 4,389 triliun. (Baca: MA Perbaiki Salah Ketik, Ahli Waris Soeharto Harus Bayar Rp 4,389 Triliun)
Kasus ini bermula ketika pemerintah menggugat Soeharto dan Yayasan Supersemar atas dugaan penyelewengan dana beasiswa. Dana yang seharusnya disalurkan kepada siswa dan mahasiswa itu justru diberikan kepada beberapa perusahaan, di antaranya PT Bank Duta 420 juta dollar AS, PT Sempati Air Rp 13,173 miliar, serta PT Kiani Lestari dan Kiani Sakti Rp 150 miliar. Negara mengajukan ganti rugi materiil 420 juta dollar AS dan Rp 185 miliar serta ganti rugi imateriil Rp 10 triliun.
Pada 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus Yayasan Supersemar bersalah karena menyelewengkan dana. Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Jaksa yang belum puas kemudian mengajukan kasasi. (Baca: Jubir MA Sebut Ganti Rugi Rp 4,389 Triliun oleh Yayasan Supersemar)
Juru Bicara MA, Suhadi, mengatakan bahwa tergugat dalam kasus penyelewengan dana beasiswa Supersemar adalah mantan Presiden RI, Soeharto, dan Yayasan Beasiswa Supersemar. Dengan demikian, yang dihukum dalam kasus ini adalah Yayasan Supersemar.
Menurut Suhadi, ahli waris tidak termasuk sebagai tergugat sehingga tidak dikenai putusan. Meski demikian, salinan putusan resmi akan lebih menjelaskan mengenai siapa yang dikenai sanksi ganti rugi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.