Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titiek Soeharto: Yayasan Supersemar Sudah Bangkrut

Kompas.com - 14/08/2015, 18:25 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Putri Presiden kedua RI Soeharto, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto, mengaku bingung atas putusan Mahkamah Agung yang menyebut Yayasan Supersemar menyelewengkan uang negara dan diminta mengembalikan kerugian negara yang diperkirakan mencapai sekitar Rp 4 triliun. Menurut Titiek, Yayasan Supersemar sudah bangkrut dan pemerintah tidak dapat menuntutnya untuk mengembalikan kerugian negara.

"Kita enggak salah dan bukan keluarga yang dituntut. Yayasan harus bayar uang segitu, ini uang yayasan sudah habis, duitnya bangkrut," kata Titiek, di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2015).

Titiek menjelaskan, Yayasan Supersemar didirikan oleh Presiden Soeharto pada 1974 untuk memberikan beasiswa pendidikan. Sumber dana yayasan tersebut adalah lima persen laba bank pemerintah dan sumbangan pihak swasta sesuai Peraturan Presiden Tahun 1976 yang diikuti dengan Peraturan Menteri Keuangan saat itu.

"Pemerintah saat itu belum sanggup untuk menyekolahkan seluruh rakyatnya. Jadi didirikanlah yayasan ini, menampung sumbangan dari konglomerat, dari bank pemerintah. Jadi, enggak seberapa, itu kan untuk negara juga," ucap Titiek.

Perpres mengenai Yayasan Supersemar tersebut kemudian dicabut pada era reformasi. Titiek menyebut, Yayasan Supersemar hanya menerima Rp 309 miliar dari laba bank pemerintah dan sumbangan konglomerat. Sedangkan anggaran yang dikeluarkan Yayasan Supersemar untuk beasiswa pendidikan mencapai Rp 504 miliar.

Selama Yayasan Supersemar berdiri, kata Titiek, beasiswa telah diberikan kepada 2.007.500 siswa dan mahasiswa. Sekitar 70 persen penerima Beasiswa Supersemar adalah rektor universitas negeri.

Ganti rugi Rp 4,389 triliun

MA sebelumnya telah mengeluarkan putusan atas permohonan kasasi yang diajukan Presiden RI, yang diwakili Jaksa Agung, atas tergugat I, yaitu mantan Presiden RI, HM Soeharto, dan tergugat II, yaitu Yayasan Supersemar. Namun, salah ketik nominal terjadi dalam putusan itu terkait angka ganti rugi yang harus dibayarkan tergugat.

Setelah diperbaiki dalam pemeriksaan peninjauan kembali (PK), Soeharto dan Yayasan Supersemar harus membayar 315 juta dollar Amerika Serikat dan Rp 139,2 miliar kepada negara. Apabila 1 dollar AS sama dengan Rp 13.500, maka uang yang dibayarkan mencapai Rp 4,25 triliun ditambah Rp 139,2 miliar atau semuanya menjadi Rp 4,389 triliun. (Baca: MA Perbaiki Salah Ketik, Ahli Waris Soeharto Harus Bayar Rp 4,389 Triliun)

Kasus ini bermula ketika pemerintah menggugat Soeharto dan Yayasan Supersemar atas dugaan penyelewengan dana beasiswa. Dana yang seharusnya disalurkan kepada siswa dan mahasiswa itu justru diberikan kepada beberapa perusahaan, di antaranya PT Bank Duta 420 juta dollar AS, PT Sempati Air Rp 13,173 miliar, serta PT Kiani Lestari dan Kiani Sakti Rp 150 miliar. Negara mengajukan ganti rugi materiil 420 juta dollar AS dan Rp 185 miliar serta ganti rugi imateriil Rp 10 triliun.

Pada 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus Yayasan Supersemar bersalah karena menyelewengkan dana. Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Jaksa yang belum puas kemudian mengajukan kasasi.

Juru Bicara MA, Suhadi, mengatakan bahwa tergugat dalam kasus penyelewengan dana beasiswa Supersemar adalah mantan Presiden RI, Soeharto, dan Yayasan Beasiswa Supersemar. Dengan demikian, yang dihukum dalam kasus ini adalah Yayasan Supersemar. (Baca: Jubir MA Sebut Ganti Rugi Rp 4,389 Triliun oleh Yayasan Supersemar)

Menurut Suhadi, ahli waris tidak termasuk sebagai tergugat sehingga tidak dikenai putusan. Meski demikian, salinan putusan resmi akan lebih menjelaskan mengenai siapa yang dikenai sanksi ganti rugi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

Nasional
Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Nasional
Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Nasional
Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Nasional
Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Nasional
Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Nasional
Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Nasional
Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com