JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Agung akan mengirimkan putusan peninjauan kembali yang diajukan Kejaksaan Agung dalam perkara penyelewengan dana beasiswa Supersemar dengan tergugat mantan Presiden RI, Soeharto, dan ahli warisnya, serta Yayasan Beasiswa Supersemar, kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Menurut Juru Bicara MA, Suhadi, kebijakan untuk melakukan eksekusi ganti rugi akan menjadi kewenangan Ketua PN Jaksel.
"Saya jelaskan bahwa putusan proses perkara, baik kasasi maupun PK, setelah melalui koreksi, akan dikirimkan ke PN pengaju, dalam kasus ini PN Jaksel. Kemudian, PN Jaksel akan memberitahukan kepada pihak berperkara, baik kepada pemohon maupun termohon," ujar Suhadi dalam konferensi pers di Gedung MA, Jakarta Pusat, Selasa (11/8/2015).
Kemudian, setelah putusan resmi diberikan kepada pihak-pihak terkait, PN Jaksel memberikan kesempatan kepada pihak yang kalah untuk secara sukarela memenuhi isi putusan.
Namun, jika pihak yang menang merasa belum menerima haknya, maka pemohon dapat meminta Ketua PN Jaksel untuk melaksanakan eksekusi. Jika permohonan dianggap memenuhi syarat, maka Ketua PN akan mengeluarkan surat eksekusi.
"Nanti secara detail di dalam putusan. Berdasarkan putusan itulah Ketua PN akan melaksanakan eksekusi. Adapun pelaksanaan eksekusi akan dilakukan oleh jaksa," kata Suhadi.
MA sebelumnya telah mengeluarkan putusan atas permohonan kasasi yang diajukan Presiden RI, yang diwakili Jaksa Agung, atas tergugat I, yaitu mantan Presiden RI, HM Soeharto, dan tergugat II, yaitu Yayasan Supersemar. Namun, dalam putusan itu terjadi salah ketik nominal angka ganti rugi yang harus dibayarkan tergugat.
Setelah diperbaiki dalam pemeriksaan PK, Soeharto dan ahli warisnya, serta Yayasan Supersemar, harus membayar 315 juta dollar Amerika Serikat dan Rp 139,2 miliar kepada negara. Apabila 1 dollar AS sama dengan Rp 13.500, maka uang yang dibayarkan mencapai Rp 4,25 triliun ditambah Rp 139,2 miliar atau secara total menjadi Rp 4,389 triliun. (Baca: MA Perbaiki Salah Ketik, Ahli Waris Soeharto Harus Bayar Rp 4,389 Triliun)
Suhadi juga memastikan bahwa putusan MA atas PK yang diajukan pemerintah terhadap Yayasan Supersemar telah berkekuatan hukum tetap dan mengikat. Yayasan Supersemar tidak dapat melakukan upaya hukum apa pun untuk mengoreksi putusan MA. (Baca: MA: Yayasan Supersemar Tak Bisa Lagi Gunakan Upaya Hukum)
Kasus ini bermula ketika pemerintah menggugat Soeharto dan Yayasan Supersemar atas dugaan penyelewengan dana beasiswa. Dana yang seharusnya disalurkan kepada siswa dan mahasiswa itu justru diberikan kepada beberapa perusahaan, di antaranya PT Bank Duta 420 juta dollar AS, PT Sempati Air Rp 13,173 miliar, serta PT Kiani Lestari dan Kiani Sakti Rp 150 miliar.
Negara mengajukan ganti rugi materiil 420 juta dollar AS dan Rp 185 miliar serta ganti rugi imateriil Rp 10 triliun. Pada 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus Yayasan Supersemar bersalah menyelewengkan dana. Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Jaksa yang belum puas kemudian mengajukan kasasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.