Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Andi Eka Sakya menjelaskan kepada BBC Indonesia bahwa El Nino saat ini dalam proses terus menguat hingga menjelang akhir tahun 2015.
"BMKG memperkirakan, kemarau akan lebih panjang dari biasanya dan awal musim hujan akan mundur kira-kira dua bulan," ujar Andi Eka Sakya.
Kemarau, yang biasanya berlangsung April hingga September, tahun ini diperkirakan baru akan berakhir pada November. Musim hujan, yang biasanya mulai berlangsung Oktober hingga April, tahun ini dikhawatirkan baru akan bermula pada bulan Desember.
Dia mengatakan, El Nino merupakan gejala alam berupa naiknya suhu permukaan laut di Samudra Pasifik sekitar ekuator, khususnya di sekitar Cile dan Peru. Ini diikuti turunnya suhu permukaan air di beberapa wilayah perairan Indonesia. Di sisi lain, hal ini berdampak pada terjadinya kekeringan di beberapa daerah di Indonesia.
Daerah yang diperkirakan akan kena dampaknya antara lain bagian timur Indonesia dan kawasan sekitar Lintang Selatan, seperti Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, dan bagian selatan Papua.
Panen ikan dan garam
Di sisi lain, Eka Sakya mengatakan, "Karena permukaan laut menjadi lebih dingin, maka klorofil akan lebih banyak. Makanan ikan lebih banyak pula dan ikan pun akan berdatangan. Panen ikan dengan sendirinya akan lebih melimpah."
Yang juga mendapat dampak positif adalah petani garam, yang produktivitasnya bergantung pada sinar matahari dan cuaca kering lebih.
Tentang hal ini, Zein, seorang petani garam di Kalianget, Sumenep, mengatakan, hingga saat ini, ia belum merasakan dampaknya. "Bahkan, kemarin justru turun hujan," ujarnya.
Mursidi, petani garam di Sampang, juga mengeluhkan hal yang sama. "Panasnya kurang sekarang ini, mendung dan ada hujan," katanya kepada BBC. "Bahkan, dibandingkan bulan Agustus tahun lalu, hasil garam sekarang lebih sedikit," katanya.
Betapa pun, Mursidi mengaku akan gembira jika musim kemarau lebih lama hingga dua bulan. Itu berarti petani garam akan mendapat panen empat kali lebih banyak.
Sejauh ini, petani seperti Mursidi, yang memiliki lahan kurang dari satu hektar, menghasilkan antara 200 hingga 300 kuintal sekali panen.
"Yang kualitas bagus dihargai Rp 900 per kilogram. Yang kualitasnya kurang, Rp 350 per kilogram," tuturnya.
Artinya, jika bisa panen empat kali lebih banyak, tambahan pendapatan Mursidi akan lumayan.